Selasa, 08 Desember 2015

RUTINITAS HARIAN

Berapa umur kita saat ini?
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama kita telah melalui kehidupan kita?
Berapa lama lagi sisa waktu kita untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba.
Kita memulai hari yang baru.
Waktu untuk kita bersiap melakukan aktivitas,
Entah itu sebagai karyawan, sebagai
pelajar, sebagai seorang profesional, sebagai usahawan, dan lain-lain.

Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup.
Bagi yang bekerja terlambat sampai di kantor, itu hal biasa.
Pekerjaan menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak
buah yang tidak memuaskan, dan banyak problematika pekerjaan harus kita
hadapi di kantor.

Tak terasa, siang menjemput...
"Waktunya istirahat..makan- makan.."
Perut lapar, membuat manusia sulit berpikir.
Otak serasa buntu.
Pekerjaan menjadi semakin berat untuk diselesaikan.
Matahari sudah berada tepat di atas kepala.
Panas betul hari ini...

Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...
Perut kenyang, bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk.
Aduh tapi pekerjaan kok masih banyak yang belum selesai.
(Belum lagi kalau terkadang harus menghadapi 'manusia-manusia sulit' yang menghambat pekerjaan kita )

Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...
Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah.
Esok kembali jumpa
Gelap mulai menjemput.
Lelah sekali hari ini.
Sekarang jalanan macet.
"Kapan saya sampai di rumah."
Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket.
Nikmatnya air hangat saat mandi nanti.
Segar segar segar dingin...
Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, 
dan ada yang berlarian mengejar bis kota atau kendaraan umum bergegas ingin sampai di rumah.
Dinamis sekali kehidupan ini.

Demikianlah manusia penuh kreativitas. Makan pagi, siang dan malam bisa berkreasi menu yang berbeda-beda. Ini baru soal makanan, belum kreativitas yang lain-lain yang menyatakan kemuliaan dignity-nya. Dalam konteks perjuangan hidup yang penuh kreativitas itulah dinamikanya. Dari kata dinamika ini muncul kata “dinamis”. Sederhananya hidup = dinamis, (N. Drijakara S.J. Filsafat Manusia, 2011, 51 dst.). Walaupun manusia berkesadaran diri sebagai makhluk bermartabat (tahu bahwa dirinya berharga dan berkemampuan), tetapi oleh karena ia makhluk (ciptaan) yang terbatas, maka, ia terikat pada konsekuensi-konsekuensi logis. Karena sifat kemakhlukannya. Dan ia terikat oleh realitas lain yang turut menentukan keberadaannya, yaitu alam dan prinsip-prinsip kesemestaannya. Kesadaran diri manusia yang mengenali hakikat diri kemanusiaannya yang mulia, dalam perspektif  kristen, kemuliaan itu berpatron pada kemuliaan Yang Ilahi, yaitu TUHAN Sang Penciptanya. Dan itu merupakan anugerah yang dikaruniakan kepadanya sebagai nilai diri yang menjadi potensi dasarnya. Potensi dasar inilah yang memungkinkan manusia mempunyai kesadaran diri. Kata “kesadaran” (conscious), kurang lebihnya dapat kita jabarkan sebagai: Kemampuan merasakan, atau kemampuan mengenal diri sendiri ini menjadi salah satu ciri kemuliannya sebagai manusia. Dalam hal ini setidaknya ada 4 lingkaran. Lingkaran pertama, menerangkan esensi ruh/roh manusia yang berasal dari TUHAN; lingkaran kedua adalah jiwa manusia; ketiga menerangkan kalbu/pikiran manusia, yang terakhir badan tubuh atau raga. Kata “kalbu” dalam kamus KBBI diterangkan sebagai hati, pangkal perasaan batin; atau hati yang suci (murni). Maka kalbu dan pikiran dalam satu lingkaran. Kita mengenalnya dengan istilah akal-budi. Artinya baik hati maupun pikiran bekerja secara serentak-bertalian menimbang-nimbang (memikirkan secara bijak) di dalam hendak melakukan sesuatu.

Tak terasa atau terasa.
Waktunya makan malam tiba.
Hidangan makanan kesukaan kita telah tersaji.
"Ohh..ada sop ayam". Misalnya.
"Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali", anak memuji masakan Ibunya.
Itu juga kan yang sering kita lakukan.
Selesai makan, bersantai sambil nonton TV. Berkelana di dunia maya. atau kegiatan apa saja.
Tak terasa heningnya malam telah tiba.
Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan lelap.
Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari yang baru lagi.
Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang.
Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan.

Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum, melakukan kegiatan rutin, tidur.
Siang atau malam adalah sama.
Hanya rutinitas...sampai akhirnya maut menjemput.
Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas.
Sebagai manusia jelas memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan masing-masing.

Tetapi bukankah:
Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa ..
Kehidupan adalah ... dll.

Begitu banyak kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun kita telah melalui kehidupan kita ?
Berapa tahun kita telah menjalani kehidupan rutinitas kita ?
Akankah sisa waktu kita sebelum ajal menjemput hanya kita korbankan untuk sebuah rutinitas belaka ?
Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1 tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.

Hanya TUHANlah yang tahu...
Kita memandanglah di sekeliling kita ada segelintir orang yang membutuhkan kita.
Mereka menanti kehadiran kita.
Mereka menanti dukungan kita.
Orang tua, saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama......
Serta TUHAN yang setia menanti rasa syukur kita.
Bersyukurlah pada-Nya setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk menjalani kehidupan ini.
Buatlah hidup ini menjadi suatu ibadah.
Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas.


Foto suatu pagi di Dieng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar