Jumat, 18 Desember 2015

LOGIKA BAHASA



Rupanya urusan menggabungkan kata tidak selalu mudah. Terkadang membingungkan dan memantik debat bagi pemakainya. Selain makna, urutan kata dalam gabungan itu pun terkadang menjadi tanya.

Sebagai contoh, gabungan kata pulang pergi atau pergi pulang. Mana yang berterima? Konstruksi pergi pulang tentu berpangkal pada aspek logika. Gabungan itu tentu saja ikonis: diawali dengan aktivitas “pergi” lalu “pulang”. Secara fakta, memang pergi lebih dahulu daripada pulang.

Senada pula dengan kata naik turun. Dasar berpikirnya ialah posisi orang kebanyakan berada, yakni di permukaan bumi. Datar dan landai. Ketika berada di bukit atau gunung, aktivitas seorang akan disebutnaik (mendaki) bukit atau naik gunung. Bahwa ada aktivitas sebaliknya, yakni turun bukit dan turun gunung, itu menjadi kegiatan pengiring.

Kata lain yang senapas dengan dua yang berunut kata tersebut ialah keluar masuk, jual beli, maju mundur, dan tarik ulur. Gabungan kata-kata itu menunjukkan urutan kegiatan berlogika. Kata keluar masuk (bukan masuk keluar) dipahami dari hakikat awal manusia berada atau berdiam, yakni di rumah. Rumah diyakini awal segala kegiatan anak manusia dimulai. Belajar norma dan etika sejatinya dimulai dari rumah.

Bagaimana kalau seseorang mendatangi sebuah tempat, katakanlah mal? Tentu aktivitas itu akan diawali dengan aktivitas masuk, kemudian keluar, bukan? Apakah itu disebut masuk keluar mal? Bagaimana pula bila seorang residivis kambuhan yang masuk keluar penjara? Secara logika aktivitas itu berkonstruksi masuk keluar. Sesungguhnya yang terjadi ialah aktivitas masuk lebih dahulu daripada aktivitas keluar. Namun, mal dan penjara bukan tempat menetap selamanya. Sebutan masuk keluar mal(dan penjara) hanya menunjukkan urutan. Berlogika. Akan tetapi, bila dikonstruksi keluar masuk, seperti halnya keluar masuk rumah, bisa diterima sebagai gabungan kata yang berupa majemuk.

Pun aktivitas kata jual beli. Kegiatan menjual diyakini lebih dulu dari aktivitas membeli. Tentu tidak ditemukan gabungan kata beli jual. Tertolak secara akal dan realitas. Sama halnya dengan maju mundur. Naluri melangkah manusia pasti ke depan (maju), bukan mundur.

Satu lagi, kata tarik ulur (bukan ulur tarik). Diyakini bahwa kegiatan menarik lebih awal daripadamengulur. Naluri menarik dilakukan bahwa manusia meng inginkan sesuatu (benda) berada di dekatnya sehingga benda yang berat (tidak dapat diusung, dijinjing, atau diangkat) akan ditarik.

Lalu bagaimana dengan kata bapak ibu, adik kakak, dan tua muda? Mengapa tidak lazim bila dikonstruksi ibu bapak, kakak adik, muda tua, dan pendek panjang? Secara realitas, lelaki diposisikan sebagai dan berurut. pemimpin. Penyebutan kata bapak terlebih dahulu sebelum kata ibu (terutama dalam sapaan pidato) merupakan bentuk penghormatan pada hakikat pemimpin. Konstruksi itu berirama sama dengan kata tua muda.

Tentu berbeda hal dengan kata adik kakak. Gabungan itu tidak menunjukkan bahwa adik lebih dihormati jika dibandingkan dengan kakak. Akan tetapi, realitas keseharian menunjukkan bahwa adik memerlukan perhatian, perlindungan, atau penjagaan dari orang dewasa di sekitarnya, termasuk kakak. Pengurutan itu merelasikan tanggung jawab semata.


Uraian tersebut menunjukkan bahwa bahasa merupakan kerja otak yang berlogika: dapat dipahami sebagai realisasi yang berunut, berklimaks, dan berurut.

Bila tidak berlogika sama dari unsur pembentuknya, kata itu merupakan majemuk. Ditafsirkan dari unsur pembentuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar