Seperti sungai hidup ini.
Ada kelokan disana, ada pusaran disana. Kadang terjun dari ketinggian, menbetur-bentur batu dan tebing yang membatasi alirannya.
Seperti sungai hidup ini.
Seperti sungai hidup ini.
Kadang berarti dan sangat berarti. Kadang menggenang diam tak bergerak.
Seperti sungai hidup ini. Ada kalanya tampak jernih dan bening, namun ada kalanya keruh, penuh sampah dan berbau.
Seperti sungai hidup ini. Kadang menghadirkan kelegaan dan kesejukan, namun kadang menjadi bencana yang mematikan.
Seperti sungai hidup ini. Yang akhirnya bermuara di danau atau laut lepas.
Ketika ketakutan "jangan-jangan...." ketakutan tidak di hargai, ketakutan tidak dihormati,, dihina, tidak dipedulikan, bahkan ketakutan tidak diperhatikan, dan kekhawatiran mendera serupa angin sakal saat mengarungi hidup, dengan susah payah berusaha mendayung menuju ke tempat aman. Didorong oleh belas kasihNya, Dia datang dan menghampiri kita. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas kehidupan nyata yang sedang di geluti. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas gelombang pusaran persoalan.
Berkali-kali Dia berkata, "Tenanglah. Aku ini, janganlah Takut!" Namun entah karena ketakutan itu terlalu mencekam hidup, ataukah karena khawatir Dia akan mengambil alih biduk yang di tumpangi, lalu mengarahkan ke arah yang tidak di mau, maka tak mendengar suaraNya.
Lalu Dia datang lagi dan berkata, "Tenanglah. Aku ini, jangan takut!". Namun semakin ketakutan dan menjauh dariNya, karena melihat apa yang Dia lakukan tidak masuk akal. Karena baginya yang disebut kebenaran adalah hal yang masuk akal saja, masih saja diam dan menanti, diam : tak bergerak, menanti bukti yang sekalipun terserak di hadapan, namun belum juga meyakini.
Lagi-lagi DIA datang dan berkata: "Tenanglah. Aku ini, jangan takut"
Ketika ketakutan "jangan-jangan...." ketakutan tidak di hargai, ketakutan tidak dihormati,, dihina, tidak dipedulikan, bahkan ketakutan tidak diperhatikan, dan kekhawatiran mendera serupa angin sakal saat mengarungi hidup, dengan susah payah berusaha mendayung menuju ke tempat aman. Didorong oleh belas kasihNya, Dia datang dan menghampiri kita. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas kehidupan nyata yang sedang di geluti. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas gelombang pusaran persoalan.
Berkali-kali Dia berkata, "Tenanglah. Aku ini, janganlah Takut!" Namun entah karena ketakutan itu terlalu mencekam hidup, ataukah karena khawatir Dia akan mengambil alih biduk yang di tumpangi, lalu mengarahkan ke arah yang tidak di mau, maka tak mendengar suaraNya.
Lalu Dia datang lagi dan berkata, "Tenanglah. Aku ini, jangan takut!". Namun semakin ketakutan dan menjauh dariNya, karena melihat apa yang Dia lakukan tidak masuk akal. Karena baginya yang disebut kebenaran adalah hal yang masuk akal saja, masih saja diam dan menanti, diam : tak bergerak, menanti bukti yang sekalipun terserak di hadapan, namun belum juga meyakini.
Lagi-lagi DIA datang dan berkata: "Tenanglah. Aku ini, jangan takut"
(Yustinus Setyanta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar