(1)
Aku serius bacalah
Itu adalah pituah
Tanpa buku, kita cuma akan jadi hantu
Itu sebabnya, di pepustakaan tak ada hantu
Yang ada kutu Ialah di sebut kutu buku
Hantu takut pada buku dan debu
Mereka tahu; Kita dan buku terbuat dari debu
Eh, sekurang-kurangnya kita dan buku tak suka debu
Buku itu jendela dunia
: Sebelum ada windows
Buku itu gudangnya ilmu
: Sebelum ada google
Buku itu, ya.....
Menulis tentang kita
Saat membaca
"Sajak Lima Rasa"
Bab satu tentang rasa sunyi
Yang 'kan meleleh dari halaman-halaman buku
Menagisi kurcaci dan putri salju
Hingga sangkuriang dan dayang sumbi
Tragedi mengasingkan buku
Lebih sunyi dari puncak salju
Nyanyian terdengar di pucak-pucak gunung panganti sunyi itu
Mereka merindu di hutan-hutan bambu
Meniupi seruling sehingga merindu
Mematuk burung sehingga berlagu
Bagi para kembara yang enggan
Mereka melukis warna malam
Hingga langit menutup tilam
Dengan awan berarak pelan
"Tinggi mengeri
Rendah mendesah"
Itu lagu menyayat tanah
Terdengar sampai kelembah
(2)
Kamu bilang neraka bocor
Maka udara panas dan kotor
Jutaan bayang tersungkur di bawah pohon
Para pengendara mesin menghembuskan karbon
Matahari menggelinding di aspal dan beton
Kilaunya berkaca di gedung-gedung
Sengatnya mendarat di atap mobil
Mencabik, menusuk kulit
Oh, dimana kamu tukang solder ?
Bebatuan berkilat di batang sungai
Air mengalir keluh dan lemas
Angin bertikai dengan daun
Capung dan burung-burung
Serasa hendak melepaskan sayap
Semua ingin berendam
Tetapi logam seperti bolhan
Menyala disetiap lubang
Ah, kesejukan kini dalam kemasan
Gunung dan mata air dibawa ke kota-kota
Kenyamanan dikenai bandrol dan pejak kemewahan
Rakyat hanya boleh menikmati keringat rasa penat mendera
Bocah-bocah tak berbusana
Berkerumun didalam mall, tersenyum bahkan tertawa
"Ngadem katanya"
Mereka lalu berlari
Ke " terik matahari"
Coba-coba pakai busana
(3)
Senang melihatmu berkipas menanti hujan
Melekat baju di tubuhmu dengan keringat bertetesan
Bagai siluet di bawah pancuran
Sexy bagai kartu undangan perkawinan
Pangilkan pawang
atau lemparkan
sate cabe dan bawang merah ke atas genteng
Ah, kumandangkan doa saja
Tak dinyana berubah wajah
Langit naik birahi
Genteng segera basah air tumpah
Meluncur disetiap lekukan dan pori
Menguyur, menghanyutkan
Sampah-sampah ke selokan
"Doamu manjur, cinta!"
"Jadi, apa donk upahnya?"
Ikan ya, ikan bawel diasinkan
Ah,hujan memang indah
Dengan banjir sebagai hadiah
Wah, banjir lagi
Ya..ya..ya..banjir lagi
Cuma bandang yang keluar batasan
Karena sungai cemberut-kesempitan
Karena sampah ketinggalan truk
Karena rumah-rumah mengerami
penduduk
Begitu deh
Segala yang kotor girang berenang
Ikuti arus berjalan, mengambang, melayang terbang
"Emang mau main layang-layang juga?"
"So what? Sudah tradisi, mas bro!"
4)
Oh sayangku, sudahlah
Tak usah bersedih
Semua yang hanyut tak akan kembali
Malah harus kita syukuri
Mereka akan reuni di laut sana
Lalu akan membahas duka-gembira kita
Yah, tetang rasa apa saja
atas semua yang dicinta
atas semua yang dilupa
"Kamu ingat kado hari jadi kita?"
"Barongsi imlek?"
"Eh bukan! Komik donal bebek"
"O, hanyut,itu hanyut?"
"Bebek kok bisa hanyut?"
Sudahlah, sayangku
Yang bersedih cuma dua:
Kalau sudah tak cinta
Kalau sudah tak benci
Kalau sudah takdir, mau bilang apa?
Kemaren tukang bakso cerita
Di solo ada drakula naik kuda
Hausnya tidak terkira
Dia menggigit leher tumirah
Disangkanya istri pak lurah
(pesona canda tawa dibalik layar media)
(5)
Nah, begitu donk, tersenyum?
Seperti kuntum melati menebar harum
Oh.....nampak begitu anggun
Tebarkanlah sebagian dari harta karun
Yang tak lain adalah senyum
Senyum untuk segala kaum
Terlebih bagimu yang ngga' umum
Eeittttt.....gigimu besar dan bergingsul
Lonjong kayak kapsul
Tak usah buka mulut lebar
Simbolis juga oke:
Taruh tanganmu menutup bibir
Ya...ya...sambil selfie juga oke!
Gampang kan beramal itu
Kita gembira, bikin orang lain gembira
Seperti obral di toko: buy one get one
Tentu tak ada yang rugi
Tukang bakso aja bisa jadi artis
Masak kamu tak bahagia
Meski masih norak oke lah dia
Jangan menilai orang dari sampul bukunya
Tetapi tak banyak orang suka membaca buku
Apa lagi gedgat kini telah mempengaruhi
(: Yustinus Setyanta)
|
Foto urkan Kota yang begitu padat |