Rabu, 16 Maret 2016

LITERASI DI ERA DIGITAL

Zaman seolah bergerak ketika teknologi informasi berkembang makin pesat. Dalam dunia penerbitan, mulia terjadi perubahan media publikasi yang dulu melalui barang cetakan kini mulia beralih ke format digital. E-book digadang-gadang menjadi masa depan buku. Dari fenomena itu kemudian muncul kecemasan bahwa buku mulia menuju kepunahan atau langka karena ancaman kehadiran E-book.

Apabila dilihat dari sudut pandang penulis buku, kecemasan itu ada benarnya kerena yang paling pertama mengalami proses digitalisasi adalah penulis. Hampir seluruh penulis di dunia telah menulis dalam format digital. Kalau pun mereka menulis manual, itu dilakukan untuk hal yang singkat, ringkas-ringkasan inspirasi, dan sejenisnya. Sementara hasil akhirnya selalu dalam bentuk digital. Pihak penerbit yang nanti akan memutuskan apakah karya itu di cetak atau tetap dalam bentuk digital ketika dipublikasikan.

Meskipun kecemasan itu ada benarnya, dari sudut pandang pembaca buku kecemasan itu terlampau jauh karena sebagian besar pembaca termasuk penulis buku di dalamnya masih dalam tradisi manual dalam menikmati bacaan. Apa yang membuat para pembaca belum beralih ke e-book faktor kenyamanan dan kebiasaan. Ada yang merasakan nuansa khas ketika membeli buku, meminta tanda tangan penulisnya, mencium bau kertas dan hurufnya, melipat dan mencoret-coret halaman, membawanya dalam pelukan, dan lain sebagainya.

Namun, kita pun tidak dapat menggelakkan mulai tumbuhnya generasi baru yang justru mulai terbiasa membaca di dalam gawai. Dan mereka merasakan kenyamanan ketika jari-jari mereka menyentuh layar sembari mendengarkan musik dari alat yang sama. Generasi baru ini baru kemungkinan besar masih segelintir yang membaca e-book karena lebih banyak yang membaca artikel-artikel ringan. Lagipula, sebagian besar e-book masih merupakan versi kedua dari versi cetaknya. Artinya, masih belum banyak e-book yang murni, yang tidak dicetak sama sekali.

Jadi, apakah benar buku mulai terancam langka atau punah karena kehadiran e-book? Untuk sememtara ini tidak, minimal satu generasi lagi, 15 sampai 25 tahun kemudian, kehadiran buku mulai terancam. Bahkan mungkin era digital akan bergati era apalagi nantinya saya pun tidak tahu. Namun, untuk masa sekarang ini (tulisan ini saya buat) yang mulai terancam justru kehadiran media masa cetak sebab masyarakat mulai lebih suka membaca berita online karena aksesnya lebih mudah dan murah.

Bila pada satu generasi mendatang kehadiran buku mulai terancam, apa yang mungkin dapat kita siapkan untuk generasi mendatang? Ada baiknya mulai dipikirkan bagaimana mendigitalisasikan naskah-naskah kuno atau lembaran-lembaran media massa cetak lama agar mereka masih dapat belajar tentang sejarah bangsanya, sejarah yang kita pun belum mendalaminya. Sememtara untuk peristiwa di masa kini mereka akan mudah belajar sebab segalanya telah ada dalam berita format digital.

Pada masa mendatang, terutama ketika semua tulisan hanya ada dalam format digital, buku barangkali akan menjadi barang mewah. Hanya karya-karya tertentu--yang dianggap akan laku meskipun dijual lebih mahal daripada format digitalnya yang akan dicetak dan dijual-belikan dengan edsi terbatas. Sebab, orang-orang pada masa mendatang mulai merasa lebih nyaman membaca dalam gawai. Di masa sekarang belum sampai pada tahap itu karena harga e-book dan buku tak banyak selisihnya. Sementara membeli buku seolah mendapatkan rasa kepemilikan atas buku ketika memegang, memajangnya atau pun mengoleksi, sementara tidak ada rasa kepemilikan atas e-book meskipun kita memiliki hak mengaksesnya berulang kali.

Masa depan ebook memang lebih menjanjikan keterbukaan. Bayangkan bila Anda membacasebuah ebook dalam mengutip pernyataan seorang dalam e-book lain sebagai refrensi. Kemudian Anda dapat membaca langsung kedalam halaman tempat pernyataan itu dikutip. Bayangkan pula bila judul-judul dalam daftar pustaka di sebuah e-book dapat diklik hingga Anda dapat langsung mengakses pada karya yang dituju. Tentu, apabila hal ini terjadi entah berapa puluh tahun lagi perkembangan ilmu pengetahuan akan semakin pasat dan menyebar, tidak lagi memusat pada institusi pendidikan. Plagiasi akan mudah dideteksi sehingga gairah menemukan hal baru semakin tergugah.

Akan tetapi, di balik segala keistimewaannya, e-book pun memiliki kelemahan. Sebab segalanya bergantung pada listrik yang terus-menerus mengeruk energi bumi--dengan satu sistem komputerisasi yang nanti terpusat, maka rentan pula terhadap sabotase.

Hubungan antara e-book dan buku-bukulah permusuhan yang masing-masing saling mengancam. Tidak ada yang salah diantara keduanya. Keduanya pun tidak sempurna. Bagi saya, keduanya tidak saling menggantikan, tetapi saling melengkapi. Jika buku adalah jendela dunia, e-book barangkali adalah pintu dunia. smile emotikon . Keduanya-duanya dibutuhkan untuk memahami dunia. - YTS 










{Yustinus Setyanta - Jogja}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar