Jumat, 12 Juni 2015

PADA SEBUAH BENDUNGAN

Sungai lirih aliran waktu, hanyutkan ranggasan dedaunan, kering, menuju bendungan kerinduan tak bertala bening, keruh melingkarkan riaknya

Ke mana arah untuk dipusarkan, sawah atau ladangkah yang tak berpematang, penantian luas pada kering untuk bertanam, mengapa ilalang begitu subur menutup pandangan

Percikan sunyi dari genang hendak dialirkan, meski keruh tegaran bulir tak surut mencumbui isak, desau angin musim nan panjang, memunguti rimah dari tanak berdandang, inilah pernyataan sulit untuk menimang-nimang kegelapan

Kali kecil riaknya di hulu, tenang-tenanglah sang penimang, terlalu luap bendung menampung kesunyian, tak terbetikkah nada kerinduan yang tak dinadikan, ataukah hanya rakit tak bersungai, sekejam itukah bila mulai diresapi batin

Pada mata bukankah telah dibicarakan, pada bening bukankah telah dijinggakan, pada tebingkah pelarian menempatkan bendungan, selasar sepi tepian menggumam sunyi

Kali kecil terus mengalir, bentangan kaca pemaki perdu, genang tak surut sungainya waktu, kita seperti tak mengenal derik.










(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar