Kamis, 11 Juni 2015

ALASAN

Adalah benar bahwa kita tak bisa menjadi segala sesuatu. Namun dalam hidup ini kita harus menjadi sesuatu. Ketika aku masih muda, ada begitu banyak kemungkin pilihan yang nampaknya tak terbatas berjejer di hadapanku, menunggu untuk aku pilih. Di saat itu aku harus memilih untuk menjadi sesuatu. Namun satu pertanyaan muncul ketika aku akan membuat pilihanku; Arah manakah akan kubiarkan hidupku mengalir? Dari semua kemungkinan yang ada, manakah yang harus aku pilih? Menjadi bintang olah raga? Mengembangkan hobby? Membangun karier dan natinya menjadi hartawan? Aku yakin, tak satupun dari yang aku sebut di atas akan memberikan aku kepuasan mutlak dalam hidup yang singkat ini.

Aku membuat pilihan setiap hari. Dan bila saat ini aku memejamkan mata, mencoba melihat kembali setiap keputusan yang telah kubuat setiap hari, bisa dengan amat mudah aku lihat bahwa aku sering membuat keputusan secara spontan, terutama bila harus berhadapan dengan hal kecil dan kurang serius. Namun kisahku akan menjadi lain, ketika aku harus berhadapan dengan sesuatu yang serius yang amat mempengaruhi seluruh arah perjalanan hidupku di masa depan. Aku tak akan membuat keputusan spontan. Aku yakin andapun akan berbuat hal yang sama. Dan dalam membuat pertimbangan itu, aku dan juga anda, akan mendekati masyalah tersebut dengan menimbang berbagai nilai positif maupun negatifnya. Anehnya, kadang alas an-alasan negatif muncul secara amat dominan. Takut membuat keputusan karena takut menerima resiko. Takut memilih karena tak tahu apa yang akan terjadi kelak.

Aku teringat banyak orang yang dengan berbagai alasan menolak ajakan Yesus. ? Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang.?(Lukas 14:18-20). Dalam bagian Injil yang lain masih bias ditemukan alas an yang lain: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku? Berhenti memberi alasan. Alasan tak masuk akal budi.






(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar