Rabu, 01 Oktober 2014

BATIK

Hari Batik Nasional yang jatuh 2 Oktober, berbagai kalangan masih terus mengenalkan salah satu karya seni rupa tersebut lebih dekat ke masyarakat. Batik, merupakan salah satu budaya tak-benda warisan manusia yang diakui UNESCO sejak tahun 2009. Kata "BATIK" sendiri diambil dari Bahasa Jawa, yaitu "AMBATIK". Kata "amba" berarti menulis dan "tik" yang berarti titik kecil, membuat titik atau tetesan. Jadi, secara umum, membatik adalah sebuah teknik menahan warna dengan lilin malam secara berulang-ulang di atas kain. Lilin malam digunakan sebagai penahan untuk mencegah agar warna tidak menyerap ke dalam serat kain pada bagian-bagian yang dikehendaki.

Dahulu kala, pada awalnya, batik hanya dikenal di kalangan kraton. Seperti motif parang dan kawung, yang hanya boleh dikenakan keluarga kerajaan. Meski pada perkembangannya, batik menyebar ke kalangan masyarakat umum.

Batik terdiri dari berbagai motif, dan setiap motif merupakan simbol bagi pemakainya. Batik yang juga memiliki keunggulan pada eksklusivitas, sehingga terkesan elegan dan memiliki feel berbeda bagi si pemakai. Motif yang khas dan unik ada di dalam batik tulis. Meskipun memiliki motif sama tentu tidak ada yang kembar karena sifatnya digambar satu persatu dengan menggunakan tangan, meskipun nampak kelihatan sama.

Kualitas warna pada dua sisi permukaan kain batik tetap sama, karena teknik pewarnaannya dengan pencelupan. Selain itu, juga memiliki nilai seni yang tinggi karena proses pengerjaan begitu rumit dan detail. Teknik pembuatan batik dimulai dari membatik, baik menggunakan canting atau cap, sering disebut batik cap. Karena batik terdiri dari dua macam, yakni batik tulis dan batik cap. Sudah barang tentu sedikit agak berbeda diantara keduanya. Kemudian memasuki tahap pewarnaan, dengan teknik celup atau teknik tolet. Lalu nglorot dan pencucian. Tahap akhir membatik adalah pengeringan dilakukan di tempat teduh agar tidak merusak warna.

Mem-batik memang membutuhkan ketekunan, ketelitian, kreativitas bahkan kesabaran. Kalau tidak kreatif tentu akan sulit memadukan motif. Sementara kepuasan para pencinta motif batik sekarang sudah banyak tersedia berbagai macam motif mulai dari yang dinamis hingga berjiwa muda.




(Yustinus Setyanta)

KAYA YANG MISKIN

    Kelimpahan harta, rumah mengah, mobil mewah belum tentu menjamin seseorang mengatakan cukup. Hal itu dapat kita lihat pada kasus korupsi yang menjerat para pejabat pemerintahan, politikus, orang-orang yang bekerja di tempat basah di lingkugan istansi negara. Bila diukur dengan nominal rupiah, mereka adalah orang kaya, atau bahkan konglomerat. Tepati kenapa masih rakus? Terus menggererus kekayaan negara hasil keringat rakyat. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial.

    Bagi orang menegah kebawah, untuk mendapatkan uang Rp 50.000,- hingga Rp 100.000,- saja harus berjemur seharian, sebagai tukang bangunan, penjaja makanan, buruh pabrik, pemulung, tukang koran, dsb. Risikonya keselamatannya pun lebih berbahaya. Jika Tuhan melihat penguasa negara menjalankan kekuasaanya dengan sewenang-wenang, pasti menagislah Ia. Banyak manusia yang menjadi korban, bukan hanya korban korupsi, melainkan korban nyawa.

    Akibatnya, yang ada dalam hati manusia bukanlah rasa syukur, melainkan kemarahan; bukan pujiaan, melainkan cercaan; bukannya pengampunan, melainkan balas dendam; bukannya penyembuhan, melainkan luka; bukannya bela rasa, melainkan persaingan; bukannya kerja sama, melainkan kekerasan; bukannya kasih melainkan rasa takut yang luar biasa (Hendri J.M. Nouwen, dalam Mencari Makna Kekuasaan, Kanisius, 2000).

    Bagaimana sikap para pemangku kekuasaan yang telah mendapatkan baptisan suci? Sejauh berani dibaptis ke dalam kelemahan, dan terus bergerak menuju orang-orang miskin yang tidak mempunyai kuasa, kita akan dibenamkan dalam hati Allah yang belas kasih-Nya tanpa batas. Kita akan menjadi orang-orang merdeka untuk masuk kembali ke dalam dunia kita dengan membawa kuasa Ilahi. Kuasa itulah yang dibawa oleh Yesus Kristus. Dengan kuasa itu, kita dapat berjalan di lembah kegelapan dan air mata dalam persatuan yang tetap dengan Allah, dengan kepala tegak dan penuh kepercayaan berdiri di bawah salib kehidupan. Alah menghendaki kita menjalankan kekuasaan dengan tulus, jujur dan bertanggungjawb yang dapat kita mulai dari lingkungan keluarga. Biarakan mereka yang berbuat merugikan orang banyak akan di sapa terus-menerus oleh-Nya untuk menyadari akan sikap dan perbuata mereka. Amin



(Yustinus Setyanta)

DI SEMBUNYIKAN

 "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu...."(Luk 10:21)
    Pernyataan itu berkebalikan dengan hukum dunia, sebab hukum dunia lebih menyatakan bahwa segala yang tersembunyi itu hanya bisa dimengerti oleh orang yang pandai dan bijak. Oleh karena itu, untuk memahami dunia perlu belajar dan belajar. Tetapi untuk mengetahaui dan mengalami peran Allah, justru kita harus menjadi kecil. Apa sebenarnya disembunyikan Allah dari orang bijak dan orang pandai? Apa yang semakin tersembunyi, ketika kita semakin banyak menyerap pengetahuan dan pengertian? Yesus tidak memperlawankan kepandaian dengan kebodohan. Yesus memperlawankan orang bijak dan pandai itu dengan orang kecil. Dari hal ini kita bisa menyimpulkan soal pengetahuan akan Allah tetapi soal sikap terhadap Allah. Orang yang merasa pandai dan bijak, yang merasa bahwa dirinya sudah mengetahui banyak hal mengenai Allah, akan cenderung menempatkan dirinya sebagai pihak yang menyatakan Allah dan menutup kesempatan bagi Allah untuk menyatakan diri-Nya. Di sinilah letak perbedaan antara orang bijak dan pandai dengan orang kecil. Orang yang melihat Allah sebagai misteri akan menyadari bahwa dirinya kecil dan tidak mampu memahami Allah. Maka dalam dirinya sangat terbuka kemungkinan bagi Allah untuk menyatakan diri-Nya. Keterbukaan terhadap pernyataan diri Allah menjadi sifat dasar dari orang kecil dan rendah hati.

     Bersyukur kita karena dalam diri Yesus, Allah menyatakan diri-Nya secara nyata bagi dunia. Sabda-Nya jalan bagi kita untuk semakin menyadari betapa kita dikasihi oleh-Nya. Sabda-Nya juga membawa kita pada sikap yang terbuka akan peran Allah dalam setiap kenyataan yang kita alami. Maka sabda-Nya adalah pintu bagi kita untuk mendapatkan kesempatan melihat dan mendengar Allah menyatakan diri-Nya.

      Kita semua diberi tugas oleh Tuhan untuk mewartakan kerajaan Allah dan kebenaran-Nya kepada dunia. Dengan apa kita akan mewartakan, apakah dengan kemampuan pengetahuan ataukah dengan kepiawian dalam menjelaskan akan Allah? Sebagai orang kecil, dengan sikap sebagai orang kecil, yang bisa kita sediakan adalah hidup kita. Kita menyediakan hidup bagi Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia. Inilah pewartaan itu, kita diberdayakan sebagai ungkapan kasih Allah. Kita menyediakan ruang dalam hidup kita untuk Allah sehingga Ia dengan bebas bisa menyatakan diri-Nya kepada dunia.

REFLEKSI:
Allah bukanlah obyek pengetahuan namun acapkali aku menempatkan diri-Nya sebagai obyek pengetahuan sehingga aku berdiri sebagai pengamat, penganalisa, dan pembicara segala sesuatu tentang diri-Nya. Bahkan acapkali aku tidak memberi kesempatan bagi-Nya untuk menyatakan diri. Aku hanya ingin memperkenalkan diri ku sendiri dengan mengatasnamakan pengetahuan akan Allah.














{Yustinus Setyanta}

MENERIMA KENYATAAN

     Seekor burung melintasi sebuat atap rumah. Karena tertarik pada suara tangis maka ia hinggap di atap tsb. Terdengar olehnya keluhan di sela-sela tangis, "Ya Tuhan, sekiranya aku sekor burung....tak akan aku menderita dan terkurung seperti ini...".

     


     Burung itu segera terbang sambil berbisik dalam hati, "Ya Tuhan...... Kasihan bener gadis itu, dia tidak tahu apa yang dia inginkan. Menjadi seekor burung adalah kenyataan dan bukan kemauanku sendiri. Kalau aku menolak diriku sebagai burung yang tidak bisa memegang sebutir buah pun dengan sayap karena aku tidak mempunyai tangan, berarti aku menolak kenyataanku."



{Yustinus Setyanta}

::.OASE.::

Menjelma lautan puisi
Tempat berselancar penyair
Dari pasir hati ke tengah ombak imaji
Aksara meliuk-liuk terukir..

Kaki-kaki kalimat berjalan-jalan
Tak habis-habis menyusun sebuah alinea..
Huruf-huruf berduyun-duyun.. 
Memaggul tanda baca, bak upacara grebeng di alun-alun jiwa..

Melukis kembali cakrawala..
Pada sebentang jiwa..
Planet tua yang melahirkan s'gala..
Di remuk dalam kata..



(Yustinus Setyanta)

HATI KUDUS YESUS

Hari Jumat ketiga sesudah Pentakosta, Gereja merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus. Perayaan liturgi pada tingkat hari raya (sollemnitas) adalah tingkat tertinggi dalam liturgi Gereja. Dengan kata lain, penghormatan, pada Hati Yesus yang Mahakudus mendapat tempat istimewa dalan tradisi Gereja Katolik. Mau dikenangkan dalam pesta ini. Hati Yesus yang Mahakudus yang bisa menunjuk pada hati Yesus yang terluka karena tertusuk tombak, tetapi bisa juga menunjuk kepada cinta Yesus kepada umat manusia.

Di dalam Alkitab, baik PL maupun PB, memang kata "hati" dipakai sekurang-kurangnya dalam dua arti, yaitu arti harafiah (organ tubuh manusia) dan arti kiasan (menunjuk pada pribadi manusia, pusat emosi, perasaan, kehendak, dsb). Penghormatan terhadap Hati Kudus Yesus dimaksudkan sebagai silih untuk dosa-dosa kita terutama karena dosa tidak tahu terima kasih di hadapan cinta Yesus yang tiada habis-habisnya sebagaimana terungkap dalam fiman-Nya, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah gandar yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan" (Mat 11,28-29). Ini adalah salah satu teks Kitab Suci yang paling indah dan menyentuh. Relasi cinta adalah relasi timbal balik. Orang tidak akan bisa membalas cinta, kalau ia sendiri tidak merasakan cinta itu. Apakah kita memang pernah merasakan cinta Yesus itu?

Refleksi:
Hati Kudus Yesus, hati yang selalu mencintai, hati Yesus yang rela meninggalkan 99 ekor domba demi untuk mencari seekor yang hilang, hati yang mengeluarkan air dan darah ketika ditombaki. Air dan darah...lambah kehidupan. Yah, Hati Kudus Yesus adalah hati yang memberikan kehidupan. Justru ketika ku merayakan pesta hati Kudus Yesus, teringat sebuah pesan "menggunakan hati dalam menjalani hidup ini, karena hati adalah pusat transformasi hidup". Hati Yesus menjadi teladan untuk mencintai, untuk menerima, untuk memaafkan. Hati Yesus teramat kudus, sucikanlah hatiku yang kotor dan jadikanlah hatiku seperti hati-Mu. Amin.




{Yustinus Setyanta}

YA Atau Tidak

     Jika aku merenungkan kembali, siapakan sesungguhnya yang aku layani? Jkia saja aku melongok lebih ke dalam dan tidak puas hanya dengan berenang di permukaan, dan jika aku mau jujur terhadap diriku sendiri, jawabnya memang sangat mengejutkan. Ternyata aku lebih melayani diriku sendiri. Hal itu tak ku-akui. Ya...aku melayani diriku sendiri meski itu nyata namun selalu terselubung kain yang kadang berlapis-lapis. Lapisan-lapisan itu bisa berupa demi orang lain, untuk bangsa dan negara, untuk kemuliaan Allah, untuk masyarakat, untuk gereja, untuk umat, dll. Untuk menguji hal tersebut sebenarnya tidak terlalu sulit. Melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana, adakah aku akan jengkel jika tidak diperhatikan? Akan marah jika tidak diperhitungkan? Akan tetap bergiat jika tidak keuntungan apapun yang bisa di dapatkan? Adakah tetap memberi meskipun kekurangan? Tetap setia sekalipun disakiti?

    Jika dari seluruh pertanyaan itu dijawab dengan tegas, 'ya'. Maka hal itu menunjukkan bahwa aku tidak terpaku pada kepentingan diri. Jika 'tidak' maka diriku lah yang kemudian lebih penting daripada yang kulayani.

    Memang konyol di mata orang lain, karena untuk melayani syaratnya hanyalah satu yakni penyangkalan diri. Bukan 'aku' yang penting tetapi DIA yang aku layani. Biarlah 'aku' menjadi kecil dan DIA semakin besar. Biarlah 'aku' berada dibelakang dan mereka berada di depan. Di jaman ini, siapakah yang tidak tertawa jika aku bersikap demikian. Jika aku takut menjadi bahan tertawaan dunia, maka sungguh tidak pantas aku menjadi murid-Nya.

(Sebuah Refleksi dari Luk 8:1-3)



{










Yustinus Setyanta}