Senin, 04 November 2013

MENJELANG SENJA HARI

        Menjelang senja jalan-jalan mulai ramai. Mereka yang pulang kegiatan sepanjang hari demi mengais rejeki. Demi menghidupi diri. Demi menghidupi keluarga. Dan langit membawa warna jingga keemasan sebelum gelap tiba. Gelap tak selalu hitam. Gelap bisa saja bermakna istirahat dan kesempatan untuk memikirkan apa yang telah terjadi seharian dan harapan untuk hari esok yang akan datang. Mungkin ada rasa sesal atas kesempatan yang terlepas. Mungkin pula ada rasa gembira karena rencana yang telah terlaksana. Tetapi bagaiman pun, kesadaran atas hal itu membuat kita hidup. Membuat kita merasa ada dan menikmati keadaan saat ini. Sekarang ini.
        Demikian kita sering merenungkan kehidupan ini, kita sering menyesal dan mensyukuri atas apa yang telah terjadi. Sesuatu yang tidak sesuai atau sesuatu harapan, keinginan kita. namun waktu berjalan terus dan kita mustahil untuk mengatakan cukup sudah semua ini lalu menghentikan langkah kehidupan ini. Tidak, tentu saja apa yang terjadi tetaplah terjadi. Dan apa yang akan terjadi biarlah demikian. Setiap perencanaan-perencanaan kita pada akhirnya kita serahkan pada-Nya dan kemukinan atau hal-hal yang tak terduga yang sering tak mudah kita pikirkan dan hidup memang demikian.
        Maka siapa pun yang selalu mengeluh tentang kehidupan ini, selayaknya untuk menyadari bahwa selalu ada harapan yang tak bisa di wujudkan, selalu ada rancangan yang gagal di jalan. Tetapi walau demikian, hidup semestinya tetap mengandung keindahan bahkan dalam situasi apa pun yang kita alami. Gelap tak selalu kelam, bahkan jauh lebih sering gelap tiba bersama harapan bahwa kita dapat berhenti sejenak dari segala kesibukan diri dan mengistirahatkan diri dan mengistirahatkan tubuh yang penat setelah kerja keras memperpanjang usia dan seperti itulah kita adanya. Selalu hingga akhir.
        Maka setiap senja tiba, sama dengan setiap pagi datang. Orang-orang bergerak tetapi seringkali dengan arah yang berlawanan. Pergi dan pulang. Berkarya dan beristirahat. Dan mendadak menyadari bahwa, walaupun setiap hari seakan-akan sama saja, nampak seakan tidak ada yang berubah. Bahkan sering membosankan-menjenuhkan, ternyata semuanya juga tetap kita jalani. Karena kita tak hanya terpaku di tempat yang sama. Tidak, kita semua bergerak dan dalam pergerakan itulah kita hidup dan memiliki kehidupan ini. Maka sungguh bukan tujuan yang utama, walau tetap penting tetapi justru dalam perjalanan menuju tujuan itulah proses mengarah pergi dan balik, kita semua menikmati hidup ini. Karena menyadari di suatu ketika nanti kita dapat menemukan istirahat kita yang abadi, dan selamanya kita di sana. Proses pengalaman kita dapat mengajarkan kita banyak hal yang tak terduga dan tak terhindari.
        Sungguh sesal dan syukur adalah dua hal yang tak mungkin terelakkan tetapi kita tak perlu mengeluh karenanya. Kita nikmati saja apa adanya. Setiap lintasan waktu yang kita miliki dan ketika malam tiba kita tak perlu menagisi kekelamannya. Tetapi mensyukuri bahwa besok hari baru akan datang dan matahari akan bersinar kembali. Setiap momen kehidupan baik atau buruk adalah bagian proses kita datang dan pergi dengan saat-saat dimana malam menjadi satu saat untuk merenungkan segala yang telah terjadi demi perubahan dan perbaikan di hari esok.



Yustinus Setyanta
Jogja
       

Minggu, 03 November 2013

HENING

Hiruk pikuk modernisasi telah menyeret sebagian manusia enggan menghadapi suasana hening atau sepi. Bahkan ada yang mengatakan dalam hening pikiran jadi melayang-layang tidak karuan. Alhasil, "tempat-tempat hiburan di muka bumi ini nyaris tak pernah sepi pengunjung. Banyak orang terus-menerus mencari keramaian untuk menghidari sepi. Tempat-tempat hiburan menjadi sarana eskapais 'atau melarikan diri' dari suasana sepi.

Pandangan demikian tidaklah selalu benar. Sesungguhnya keheningan bisa memunculkan banyak hal positif dalam kehidupan manusia. Saat hening atau sepi sebagai isyarat untuk menjadi diri sendiri, saat manusia dapat menggunakan kesadarannya untuk berrefleksi. Sesungguhnya "Kemampuan menjadi hening sangat esensial bagi perjalanan menjadi diri sendiri"

Menurut para ahli sepiritual hidup tanpa refleksi itu menjadi kosong dan kering karena kedalaman hidup rohani sangat di pengaruhi oleh kemampuan seseorang untuk memperdalam kepekaan dan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup dan rahmat yang di terima sehari-hari dan semua ini di mungkinkan bila seseorang mempunyai waktu refleksi dalam hening dan tenang bersama Tuhan dalam doa.

Suara air menetes hanya bisa di dengar bila ada keheningan, suara hati hanya bisa di dengar di tengah keheningan, begitu pula suara kebenaran hanya bisa di dengar kalau ada keheningan. Berikan saat-saat itu pada batin kita, ciptakan saat hening meski hanya sesaat saja dalam sehari. Keheningan adalah kekuatan. Keheningan adalan rumah bagi kedamain jiwa dan keheningan sendiri amat bermakna di mata Tuhan. Tuhan sendiri menantikan saat itu bagi kedamaian jiwa kita.

Terlalu sering berada dalam keramaian dan kerumunan justru membuat manusia kurang mengenali dirinya sendiri "Ukuran bagi manusia untuk mengenali dirinya sendiri adalah berapa lama dan sampai sejauh mana ia dapat menanggung kesendirian" Banyak orang yang tak menyadari bahwa keheningan, terlebih dalam suasana meditatif, dapat memacu priduktivitas hormon molantonim dan endrophin yang menetramkan jiwa dan menyehatakan tubuh. Di saat hening berlanjut, sewaktu pikiran rasional bungkam, sesungguhnya manusia mengalami homeostatis.

Sesungguhnya kesendirian itu rahmat. Banyak bukti, dalam kesendirian, orang-orang bisa lebih mengenali dirinya dan menhasilkan karya-karya yang memaknai hidupnya. Pembentukan hati dan penataan hidup menuntut waktu dan ketekunan untuk berinteraksi dengan diri sendiri. Seraya menyongsong masa depan, kita bisa manfaatkan waktu untuk lebih memahami diri. Sebab manusia reflektif adalah mereka yang membentuk hatinya dan menata hidupnya dengan lebih baik.
Selamat memaknai keheningan malam. Selamat memaknai setiap pengalaman di tengah keheningan hati dan budi kita. Selamat menjumpai Tuhan di tengah keheningan jiwa.




: Yustinus Setyanta
: Jogja

HUJAN

Hujan......
Saat kemarau panjang kau di nantikan
Udara terasa panas tanpamu
Semua mahkluk dan tumbuhan
Sangat membutuhkan dan menginginkanmu

Hujan......

Jika kau sering hadir
Tanah tertutup air...banjir
Semua mahkluk kedinginan
Semua tak 'kan kekeringan

Oh....hujan....

Kadang kau menguntungkan
Kadang pula kau merugikan
Tetapi semua itu adalah anugerah Tuhan
Yang patut kita syukuri, kawan




Yustinus Setyanta                 -----              Puisi
Jogja

FAJAR TERAKIR dan AWAL

Pagi ini aku menikmati cahaya fajar yang semburat di antara awan mendung yang kelabu. Waktu yang sekali lewat, takkan kembali lagi. Namun esok, fajar baru yang sama akan terbit, dalam waktu yang berbeda. Terdengar tetes air dari sisi hujan yang turun sebelum fajar. Suara kokok ayam di kejauhan mengisi alam ini bagai nyanyian rindu pada saat sang surya yang segera akan terbit.

Larut dalam renungan, aku merasa mengalir bersama waktu yang berjalan. Dari detik ke detik. Dari menit ke menit. Dari jam ke jam. Kita ada dan mengisi sebuah kehidupan di dunia ini. Kita masih ada untuk dapat merasakan denyut jantung kehidupan - ketidakpastian dan keragu-raguan, kebimbangan dalam merasakan keberadan diri sendiri "siapa aku?" Untuk apa kita ada dan hadir di sini dan bagaimana memaknai segala apa yang sedang di alami dan rasakan saat ini?

Menatap tulisan ini kembali yang hanya terdiri atas huruf, kata dan kalimat-kalimat yang tersusun secara tertata rapi dalam makna. Bisakah menata hidup dengan cara yang sama, namun ah....sering kali kita sadar bahwa kita memiliki keinginan untuk menata hidup dengan rapi, tetapi yang hadir sering kali adalah ketak-pastian yang sulit/tak bisa di tata, sang waktu akan terus berubah dalam kondisi yang mungkin sama. Besok fajar yang sama akan menyingsing kembali, fajar yang sama adalah waktu yang berbeda. Waktu yang sekarang tak akan pernah kembali lagi seperti juga kehidupan ini. Aku tahu bahwa besok aku mungkin masih akan dapat menikmati fajar ini kembali. Mungkin!. Namun aku sadar bahwa fajar esok dalam situasi apa pun, takkan pernah sama sengan hari ini, dan tulisan-tulisan ini yang ku tata hari ini bisa jauh berbeda dengan tulisanku di hari esok. Siapakah Aku kini? Siapakah Aku nanti?. Bukankah aku hanya sang pengembara dalam waktu yang terus menerus mencari dan mengenali perubahan dalam memahami makna keberadaan kita di dunia ini.

Pagi ini aku menikmati fajar sambil memikirkan segala macam yang tak terduga yang dapat ku alami dan ku nikmati saat fajar esok tiba, persamaan dan perbedaan yang mungkin terjadi. Namun tahukah bahwa takkan pernah dapat memastikan hari esok seperti aku menikmati hari ini. Maka sambil menyerap seluruh keindahan hari ini, aku tahu bahwa aku akan membiarkan hidup mengalir bersama sang waktu dengan kepastian yang samar-samar. Untuk mengubah diri di masa mendatang. Ku ucapkan salam pada dunia. Ku sampaikan rindu pada alam dan ku tahu bahwa kesunyian ku adalah kesunyian alami sesosok makhluk yang masih mampu untuk hidup, merasa dan berpikir dan kepastian bahwa apapun yang akan terjadi, hidup selalu akan berjalan dalam waktu yang terus berubah.



Yustinus Setyanta
Jogja - awal 2011

PUH SARANG - KEDIRI

Ku menginjakkan kaki dan melangkah memasuki komplek peziarahan Goa Maria, Puh Sarang, Kediri. Bagai memasuki kerinduan pada senyap. Menapaki tangga-tangga yang mencitrakan jalan salib Kristus seakan membayangkan perjalanan panjang kehidupan ini. Menunduk dan lelap dalam doa di pelataran Goa Maria suatu pencarian harap dan semedi penuh keakraban hati dan jiwa.

Begitulah suatu pagi yang cerah ku berjumpa dengan Bunda Maria dalam kehenigan dan ketentraman jiwa. Udara yang di selimuti damai. Jajaran insan yang menunduk berdoa menyerahkan segala suka dan duka. Menyerahkan segenap hidup yang berlangsung saat ini.

Citra Bunda Maria yang lembut, suatu kidung yang di liputi warna biru langit dan rindangnya pepohonan. Maka duduk bersila sambil memanjatkan doa kepada-Nya. Dan merafalkan rosario dengan perlahan dan syahdu. Adalah sustu perjumpaan penuh keakraban dengan kelembutan dan cinta Kristus sendiri.
Lewat doa kita menyerakan segala duka lara dan rasa syukur kehidupan kita kepada-Nya. Di puh sarang ku serahkan segala suka duka ku. Di puh sarang aku menunduk dalam hening dan penuh harapan pada masa depan yang terbentang di depan. Dengan segenap kepasrahan jiwa.


Di pagi yang cerah kala itu pun seusai tunduk hening dalam doa ku tulis sajak Bunda Maria.

+ BUNDA MARIA +

Panasnya sinar sang surya

Tak merintangi lembutnya cintamu
Mengiringi langkah sang
PutraMenuju bukit golgota itu

Betapa murni hatimu Bunda Maria

Menyaksikan Putra berlimuran darah
Hatimu perih di tikam dosa manusia
Namun engkau tetap setia

Sungguh

Hatimu bening
Berselimut hening
Teduh menyimpan rancangan-Nya
Melalui berita yang di bawa malaikat
Teduh menyimpan kunjungan para gembala
Saat mereka menyembah Sang Juruselamat

Bunda Maria

Hatimu bening
Berselimut hening
Sehingga hatimu pun bernyanyi
Memuji-muji Sang Ilahi
Bersuka ria kerena Dia
Bersaksi tentang Dia
Tentang kekudusan, rahmat dan kuasa-Nya
Tentang kebaikan dan kepedulia-Nya kepada umat-Nya

Bunda Maria

Hatimu bening
Berselimut hening
Sehingga mampu menyimpan banyak perkara
Yang tak terpahami oleh manusia



Yustinus Setyana
Puh Sarang - Kediri - Awal  Mei'10

Sabtu, 02 November 2013

MENDUNG DI HARI BARU

Hari baru telah tiba, fajar baru telah tiba hadir dengan langit belang dengan pacaran jingga di antara awan mendung. Suara detak jantung berirama di antara kokokan ayam yang menyambut datangnya sang surya di pagi ini

Pagi ini aku menikmati langit yang sedang mendung seakan mengabari suasana hati yang sedang sendu. Tetapi cahaya fajar masih menerobos di antara sela-sela awan mendung yang kelabu. Ku lihat itu dan menyadari bahwa dalam keadaan mendung bagaimana pun hidup kita, selalu ada cahaya yang mampu membuat hidup kita nyata, bahwa dalam badai pun cahaya tidak dapat lenyap, hanya sering tak kita pahami. Sering tak kita kenali. Namun selalu ada harapan, selalu ada pilihan bagi kita, bahkan walau itu hanya antara "Ya dan Tidak" menyerah atau tetap berjuang, biarpun kita sering meragukan kemungkinan akan berhasil. Kita telah di beri kebebasan untuk memilih, memilih cara kita hidup, memilih cara kita manjalani kehidupan pribadi kita. Sebab kita adalah manusia yang mampu untuk berpikir dan membuat keputusan-keputusan sendiri.  Kita, manusia yang telah sekian abad berjuang memperbaiki dan terus memperbaiki kapasitas ini. Pantaskah kita gagal hanya karena ambisi dan hasart pribadi kita sendiri? Kita tak mungkin hanya pada perasaan dan ketegaran pemikiran kita sendiri? Sementara waktu berjalan dan terus dalam perubahannya, apakah kita dengan keras hati tetap ingin mempertahankan segala keinginan, ambisi dan pendapat kita sendiri.

Hari baru telah tiba. Fajar baru telah menyingsing hadir dengan suasana mendung. Ada yang datang, ada yang pergi, Ada yang hadir ada yang musnah. demikianlah hidup ini mengalami perubahan. Kita lahir kita hidup dan berkembang, lalu menua dan pada akhirnya akan lenyap kembali. Dari detik ke detik dari waktu ke waktu akan menembus batas-batas yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya, Dan punya daya apa kita selain menerima perubahan itu dengan sepantasnya? bahkan jika pun kita menyayangkan perubahan yang terjadi sanggupkah kita menghentikan jalan peristiwa. Kita hadir dengan harapan, harapan terhadap perubahan. Terkadang kita mampu untuk merubah apa yang terasa mandek dan beku terkadang kita menjadi bagian dari kemandekkan dan kebekuan itu, kita hidup bersama pilihan-pilihan yang harus kita putuskan. apa pun yang kita perbuat bertahan, menyendiri dan mengalir atau ikut arus perubahan itu, kita selalu punya kesempatan untuk berkembang. Kita selalu mampu untuk berbuat sesuatu sekecil apa pun itu jika kita mau dan tak tinggal pasrah saja menerima kehidupan saat ini.

Kita lahir bersama harapan, dan itulah esensinya kehidupan kita tak seorang pun yang dapat mengatakan bahwa dia tak punya harapan. Sebab harapan selalu ada hanya kita tak tak mengenalinya. karena kita terpaku pada apa yang kita alami saat ini saja. Tetapi lihat keluar sungguh indah dunia yang membentang di hadapan kita, kesadaran yang sering tak kita perhatikan. Sementara pikiran bergolak dalam kerumitan yang sering hanya ada dalam keraguan kita terhadapnya. Hidup menyajikan keindahanya sendiri secara pasti dan tak pernah bosan menganugerahkan kepada kita.
Tak selamanya mendung itu kelabu. Bersabarlah Mendung kan segera berlalu.





Yustinus Setyanta
Jogja

SINAR MENTARI PUKUL SEPULUH PAGI

Pukul sepuluh pagi aku berdiri
Berjalan dan lalu berdiri
Di bawah sinar mentari

Panasnya menusuk kulitku
Dan menyilaukan mataku
Namun tanang dan damai menembus hatiku

Akan ku utarakan s'mua
Biar dunia tahu
Aku bangga sebagai mahkluk-Nya
Syukur dan terima kasihku
 pada-Mu,Tuhan

Engkau masih memberikan aku terbangun hari ini

Engkau masih ijinkan aku bernafas hari ini
Engkau masih membiarkan aku hidup hari ini

Sehingga aku masih dapat menikmati karunia-Mu
Yang terindah dalam permata yang terus bersinar



Yustinus Setyanta         - - - -                  Puisi

Jogja