Menarik garis batas yang tegas untuk memisahkan antara bekerja dan berdoa. Setidaknya ungkapan
"Ora et Labora" menunjukkan hal tersebut, berdoa dan bekerja. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sibuk dengan profesi atau panggilan hidup masing-masing. Banyak dari kita adalah orang yang super sibuk. Orang, bangun tidur langsung mandi......berpakaian, sarapan sambil persiapan kerja. Berangkat pagi pulang petang, bahkan ada yang pulang larut malam dan ini menjadi kegiatan yang rutin dan yang tersisa ketika pulang adalah kelelahan. Akibatnya suatu ketika akan mengalami kejenuhan dan hatinya kering (hidupnya tanpa arti). Profesi bisa membuat sibuk selama 24 jam, hingga bisa saja menjadi orang yang tidak sempat melakukan hal lain yang juga penting. Ditengah kesibukan itulah kita dapat meluangkan, memberikan waktu kepada Tuhan yang setia mendapingi kita sehari-hari. Kita perlu berdoa.
Doa ditemukan dan dihayati dalam semua agama. Doa adalah usaha manusia untuk mengarahkan hati kepada Allah. Setiap orang yang berdoa mengarahkan hatinya kepada Allah, dia tidak hidup untuk dirinya sendiri dan oleh kekuatannya sendiri, melainkan ia mempercayakan diri kepada Allah. Berdoa menjadi kegiatan yang dikemas ke dalam suasana tertentu yang hening, yang tidak sibuk, yang terkonsentrasi pada satu titik. Kemasan itu membuat doa tidak mungkin disatukan dengan segala macam kesibukan lain. Namun yang biasanya terjadi, dari 24 waktu yang kita miliki, doa hanya mendapat sangat sedikit porsi waktu, itupun kalau tidak habis sama sekali. Akhirnya, doa pun tempat pelarian manakala dirundung kesedihan, persoalan, terkurung dalam ketidakmampuan. Selama kita tidak mengalaminya, doa tetap terlupakan.
Orang berbuat tentu mempunyai maksud dan tujuan, demikian pula ketika seseorang berdoa, tentu ada maksud dan tujuannya. Tujuan dari berdoa inilah yang membuat doa lalu dikelompokkan dalam berbagai jenis seperti; doa pujian, doa persembahan, doa syukur, doa tobat, doa permohonan dll. Apapun jenis doanya, selalu saja doa itu menghubungkan setidaknya dua kutub yaitu kita sebagai pendoa dan Allah sebagai tujuan doa kita. Suatu ketika mungkin ada tiga pihak, yaitu yang berdoa, yang didoakan, dan ada Allah sebagai tujuan dari doa. Suatu ketika pula ada empat pihak yang terlibat yakni; yang berdoa, yang didoakan, perantara doa, dan Allah sebagai tujuan dari doa kita. Namun jarang sekali orang mempermasalahkan doa-doa seperti doa pujian, doa syukur, doa persembahan, atau doa tobat. Yang seringkali dipersoalkan adalah doa permohonan. Kenapa demikian? Karena dalam setiap doa permohonan ada harapan untuk terkabulnya doa tersebut. Suasana yang mendorong pun sangat berbeda dengan doa-doa yang lain. Doa permohonan biasa didorong oleh situasi yang kurang, yang susah, yang menderita dan penuh persoalan. Sementara doa pujian, doa syukur, doa persembahan didorong oleh situasi yang lebih baik, yang terpenuhi, atau berbahagia. Maka sesungguhnya permasalah tersebut berakar dari apa yang kita rasakan.
Bagi yang sekali berdoa lalu permohonannya terkabul tidak masalah, ia akan langsung memuji dan bersyukur, itu pun kalau tidak lupa. Tetapi bagi yang sudah berkali-kali berdoa namun permohonannya tidak juga terkabul, atau sudah sekian tahun bertekun dalam doa tetapi tidak juga terkabul, bisa saja akan bertanya, apa yang salah dengan doaku? Barangkali akan mulai berpikir cara doanya yang salah atau rumusan doanya yang keliru, atau tempat berdoanya yang tidak pas atau mendengar kalimat penghibur doa itu bukan dengan kata-kata yang bagus tetapi dari hati akan terkabulnya doa, dll. Tanpa terasa yang terjadi adalah pergeseran maksud. Tidak lagi mecari, menemukan jawaban atas doa, tetapi menuntut pemenuhan keinginan dengan berdalih kebutuhan yang dibungkus dalam doa permohonan. Maka menempatakan Allah pada satu pilihan yakni mengabulkan doanya. Lebih jauh lagi, membingkai Allah dalam persepsi manusia. Dimana sebagaimana manusia, Allah akan mengabulkan doa jika doanya disusun demikian bagus nan indah. Allah akan tersentuh dan mendengarkan doa, jika mendarasakan deretan kaliman yang amat panjang dan emosional. Dengan memaksakan persepsi manusiawi terhadap Allah hal itu menunjukkan bahwa tidak mengenal Allah. Melalui doa Bapa Kami, Yesus hendak meluruskan hal tersebut. Jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam sorga, menunjukkan bahwa yang terpenting adalah terjadinya kehendak Bapa dan bukan keinginan sendiri. Maka apapun kehendak Bapa hal itu adalah jawaban atas doa kita. Demikianlah sebuah doa akhirnya menunjuk pada sebuah jawaban dan bukan tuntutan. Maka doa pun akhirnya tetap bermaka sebagai komunikasi dengan Allah.
Berdoa adalah berkomunikasi dengan Allah. Demikan makna doa yang singkat padat. Bentuk yang paling sederhana dari berkomunikasi adalah merasakan kehadiran, sebab sekalipun mengucapkan kalimat sampai berbuih namun tidak merasakan kehadiran Allah, sebab sekalipun bersusah payah mengerahkan tenaga menenangkan hati tetapi tidak merasakan kehadiran Allah, komunikasi itu tidak pernah terjadi. Sama halnya ketika orang lain mencoba berbicara dengan kita, namun kita tidak menganggap keberadaannya, tidak menganggap kehadiranya lantas "emang enak di cuexin...."
Merasakan kehadiran Allah bisa di lakukan kapan pun dan dimana pun. Bahkan ketika sibuk bekerja pun tetap bisa merasakan kehadiran Allah, dengan menghayati bahwa setiap unsur dari pekerjaan yang dilakukan merupakan bentuk peran Allah dalam kehidupan kita. Seperti ketika petani sedang menggarap sawah, ketika ia menghayati bahwa tanah yang dioalahnya adalah wujud kasih Allah, bahwa cangkul yang dipegangnya pun bisa ia miliki karena kasih Allah, air yang membuat tanah gembur adalah karena kasih Allah, maka petani itu bisa bekerja sambil berdoa. Artinya, petani itu bekerja dalam bingkai kesadaran Allah. Hal seperti ini bisa di lakukan dalam setiap kegiatan. Kita berdoa di dalam bekerja membawa kita pada kesadaran yang terus menerus akan Allah, sehingga kita merasakan semakin dekat dengan-Nya.
{Yustinus Setyanta}