Minggu, 07 Desember 2014

DERETAN RUKO

Hujan turun sepanjang siang. Deras. Disertai petir dan guruh. Di emperan tempat rumah toko yang berjejeran di sepanjang jalan, ku melihat remaja sedang berteduh. Mereka duduk di atas sadel motor sambil bercengkrama. Dan menikmati sebungkus coklat yang mereka bagi bersama. Di samping mereka, nampak seorang wanita tua sedang jongkok sambil tangannya membongkar-bongkar buntalannya, lalu mengambil sebungkus makanan. Tak lama kemudian datang seorang wanita muda ia nampak tergopoh-gopoh, nampak ia mengelap tangannya, dan wajahnya yang basah karena kehujanan, kosmetik diwajahnya pun terlihat luntur.


Di sekitar, lalu lalang orang-orang, beberapa dengan membawa payung agar terhindar dari basah, beberapa lain tapi tak banyak, acuh tak acuh menerobos derasnya hujan dengan memakai jas pelindung. Mobil, motor, pejalan kaki berseliweran dibawah derasnya hujan. Semua nampak bergegas. Namun sepasang remaja itu seakan tak memperdulikan waktu. Dan orang yang lalu lakang di seputaran. Mereka bercakap dan saling bercakap, hidup ini memang penuh dengan topik yang takkan habis diperbincangkan.. Sementara wanita tua itu pun asyik menikmati bungkusan makanan. Sendirian. Ku terpana menyaksikannya. Kebahagiaan seseorang sesungguhnya tidak pernah tergantung pada beberapa banyak yang dimilikinya. Kebahagiaan kita tergantung pada bagaimana cara kita menikmati milik kita sendiri.

Hujan turun amat deras. Genangan air mulai naik di sisi-sisi jalan itu. Namun sepasang remaja itu seakan tak peduli, wantita tua itu pun tak peduli, dan wanita muda pun demikian tak peduli sembari tangannya sibuk bermain selluler. Mereka tenggelam dalam dunia masing-masing. Kuperhatikan ke sekelilingku juga. Pada orang-orang yang berseliweran entah akan kemana. Dan aku tersadar, betapa kita masing-masing hidup di dunia yang satu ini, sambil membawa dunia kita sendiri. Demikian jauh, tak tersentuh. Demikian asing, tak dikenali. Dan diriku pun hidup dalam dunia dan dalam perasaanku sendiri pula. Kita masing-masing tenggelam dalam kenikmatan masing-masing. Asing. Semuanya ada dalam hati kita. Dalam perasaan kita.

Hari makin sore. Dan hujan kian menderas. Langit kelabu sesekali diselingi kilat dan suara guruh. Jalan tetap ramai dan terkadang tersendat akibat kendaraan yang parkir akan bergerak. Semuanya bergerak apa adanya. Kehidupan bergerak apa adanya. Udara yang cukup dingin ing membuatku tersadar. Betapa sianya semangat hidup yang hanya bergerak untuk terus mencari dan memperjuangkan materi tanpa kita mampu menikmatinya dengan rasa syukur. Betapa kita sering hanya dapat mempertontonkan apa yang kita miliki.

(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar