Di sebuah keluarga, ada satu jenis sambal yang nyaris tidak pernah absen dari meja makan, terutama saat makan pagi. Sambal itu sangat sederhana, baik bahan maupun cara pembuatannya. Beberapa butir cabai hijau, atau merah ditambah sepotong kecil bawang putih dengan garam secukupnya, lalu ditetesi minyak goreng panas sisa menggoreng sesuatu. Setelah diulek, sambal itu dihidangkan begitu saja di atas cowek, berbaur dengan menu lain.
Sambal itu bukan menu tambahan atau menu penyempurna. Ia merupakan menu utama. Lauk yang lain seperti tidak ada jika sambal itu tidak hadir, tetapi sambal itu tetap enak jika disandingkan dengan ayam goreng, telur, atau tempe. Tetap enak sekali pun hanya ada kerupuk atau pete. Masing-masing anggota keluarga mempunyai nama sendiri-sendiri untuk menyebut sambal itu. Yu Sumi, orang yang bertahun-tahun membantu memasak di rumah kkeluarga ini, menyebut sambal itu dengan nama sambal korek. Mungkin karena sekalipun sambal itu sudah tandas, tetap mengoreknya dari cobek untuk mencari sisa-sisa., Ibu memberi nama sambal itu dengan nama sambal galak. Alasannya, sambal itu terasa sanagat pedas, galak di mulut . Ayah menyebut sambal itu dengan nama sambal bahagia. Konon kata sang ayah, sambal sederhana itu gampang membuatnya bahagia..Ayunda (sebutan kakak permpuan), satu satunya saudara kandung ukas, Ukas yang bernama lengkap Lukas Cahyo Wisanggeni, yang akrab di panggil Ukas, menyebut sambal itu dengan nama sambal malas. Maksudnya, sambal itu membuatnya malas untuk menyelesaikana sarapan, selalu ingin menambah nasi, mencolek-colek sambal di dalam cowek tersebut dengan tempe goreng. Dan juga memberi nama sambal itu dengan nama sambal asal. Siapa pun orangnya, asal sudah bisa memegang cobek dan ulekan/muntu, pasti bisa membuatnya.......huummmm. Kalau sambal itu absen dari meja makan kami saat sarapan, masing-masing mempunyai kalimat antik untuk meresponsnya. Ibu akan berkata, Yu Sumi sedang ngambek.
Sedangkan si Ayah akan mengatakan kalau penjual cabai hijau sedang menikah jadi lagi asik masyur berbulan madu. Ayunda lain lagi, jika sambal itu tidak hadir, ia selalu bilang, sidang cabinet batal. Ayunda memang senang sekali menonton laporan khusus yang ditayangkan Televisi, terutama kalau Pak Menteri perekonomian membacakan harga-harga bahan makanan, terutama harga cabai, seperti berita tempo hari yang harga cabai mengalakan harga BBM. Ukas sendiria bilang, upacara tanpa bendera. Biasanya, sebelum makan, Ukas akan mengeluarkan aba-aba untuk diri sendiri jika tidak ada sambal, tersebut di meja makan. “Upacara tanpa bendera, mulai!”Sarapan pagi bagi kami adalah sebuah prosesi yang khusyuk tapi tetap cair dan ringan . Sambal adalah uba-rampe yang tidak bisa digantikan oleh apa pun. Sambal itu telah menjadi sambal keluarga. Pada saat sarapan, kami juga saling menadai siapa di antara kami yang sedang mempunyai masalah. Kalau ada salah seorang di antara kami tidak antusias berebut sambal dari cowek, pasti ia sedang mempunyai masalah, itu bisa dipastikan. Sampai Ukas dan ayunda besar, sambal keluarga itu tetap menduduki rangking teratas di keluarga itu. Jika kami anggota keluarga berkumpul di rumah, menu itu selalu dipastikan ada saat sarapan. Hanya ketika Ukas dan ayunda sudah tumbuh besar, kami berdua memberi sebutan yang berbeda lagi untuk menu sambal. Beberapa bulan setelah Ukas kuliah, Ukas menyebut sambal itu dengan nama sambal proletar. Sedangkan ayunda menyebutnya dengan nama sambal kenangan.
Keluarga itu bertemu di meja makan dua kali dalam sehari. Pagi, ketika ibu- ayah akan pergi ke kantor dan Ukas bersiap pergi ke kuliah, dan ayunda bekerja di sebuah perusahaan asing, malam hari seusai doa bersama. Tapi hanya pada pagi hari kami benar-benar seperti “bertemu”. Di siang hari, anggota keluarga tidak berkumpul karena belum pada pulang. Di malam hari, makanan kami lebih sering di beli dari luar rumah, dan kami pun membentuk konfigurasi selera yang berbeda, ukas dan ayunda lebih suka makan masakan chinese food, sementara ibu dan bapak lebih suka menikmati lontong sayur atau pecel lele. Tidak bisa dimungkiri, menu makan pagi yang tidak tergantikan itu telah berubah menjadi begitu jauh, penuh dengan isyarat dan pertanda yang lembut bagi kami sekeluarga. Seperti menenun sebuah jaringan mental yang gaib dan penuh rahasia. Kalau ada tamu menginap di rumah kami, tidak peduli apakah itu saudara dekat seperti nenek atau bude, atau teman-teman ibu dan bapak, bisa dipastikan menu itu bersembunyi, lenyap tanpa bekas dari meja makan. Seolah kami saling melempar pesan, “Sekarang sedang ada orang lain.” Hanya ada satu orang saja yang kami percaya untuk mengetahui rahasia lembut itu.
Yu Sumi. Dialah yang menguntit proses itu bertahun-tahun, dan ikut menyukseskan ritual sarapan dengan baik. Dan karena itu, adalah bagian dari kami. Dengan pelan dan pastim, ukas mulai menyadari bahwa itu bukan sekadar perkara jenis sambal tertentu. Itu lebih rumit dari yang kami rasakan di lidah. Pertama ukas menandai itu ketika ayunda pergi tugas kerja ke luar kota. Tetap ada menu itu di sarapan kami bertiga, tapi tetap seperti tidak biasanya. Kami butuh waktu untuk menyesuaikan, dan kami tahu, itu adalah cara menyesuaikan, bukan idealnya. Empat tahun kemudian, ketika ukas menyusul ayunda kerja di kota yang sama, tidak jarang kami pun sering mencoba membuat kedua menu itu, hasilnya sama, tidak akan pernah sama persis ketika kami santap dirumah bersama ibu dan ayah. Sambal itu baru kami nikmati kembali sebagai sambal keluargaa ketika kami berkumpul. Sambal itu baru benar-benar sambal karena ia berada di sana , di sebuah pagi, dirumah kami, ketika kami semua lengkap mengepung meja makan. Lalu semua itu berkembang lebih jauh lagi. Ukas masih mengingat kala itu, ketika kali pertama ayunda membawa pacarnya pulang ke rumah, memperkenalkan kekasihnya itu kedua orangtua kami. Pagi saat sarapan, ayunda terlihat sebagai orang yang paling resah. Ia langsung pucat dan tidak berselera, begitu di meja makan, di antara sekian banyak lauk-pauk tidak ada kedua menu itu.. Sebuah isyarat telah dilemparkan. Ayunda begitu lunglai, luluh seketika bagai daun rumput putri malu kesenggol orang. Kali kedua ia membawa kekasihnya yang lain, ia pun mengalami hal serupa. Itu bukan hanya menimpanya, tetapi juga pernah menimpa ukas. Sekali menimpa karena hanya sekali pula ukas membawa pacarnya pulang kerumah. Semenjak itu, kami berdua harus berpikir berkali-kali kalau ingin membawa pacar kami pulang ke rumah.
Setelah mengalami kejadian itu, ukas memberi nama sambal itu dengan nama sambal ujian dan pencobaan, sementara ayunda memberi nama sambal maut. Perubahan penyebutan itu hanya membuat kedua orang tua kami tersenyum ringan dan tetap tenang. Saat kami berdua tidak tinggal serumah lagi dengan kedua orang tua kami, memakan sambal dengan lahap ketika berkumpul bersama keluarga menjadi semacam registrasi ulang untuk mengukuhkan sesuatu yang kami anggap penting. Sarapan pagi adalah ritual validasi atas diri kami berdua, ukas dan ayunda. Suatu kali, ketika hampir dua tahun ayunda ditugaskan belajar ke luar negeri, begitu pulang ke Indonesia ia langsung mengajak ukas pulang kerumah. Paginya, dalam suasana makan pagi yang hangat, ayunda menyantap lahap sambal keluarga itu dengan cara yang tidak pernah ia lakukan. Ukas pikir, ia bukan sekadar rindu pada sambal dan suasana di keluarga kami, tapi juga dalam rangka menunjukkan sesuatu yang penting untuk disampaikan. Hasilnya ,ia sampai tidak makan malam karena kekenyangan dan perutnya panas, mulas. Tapi keesokan harinya , ia tetap menyantap sambal itu juga dengan antusiasme yang tidak kalah dari yang pagi sebelumnya.;Dua tahun yang lalu, akhirnya satu orang lagi, menjadi bagian dari keluarga kami, Mas Yohanes Rudi, yang sekarang menjadi suami ayunda,l olos dari pedas sambal maut. Ketika pagi itu, ayunda melihat sambal keluarga terhidang di atas cowek saat makan bersama, ia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia langsung memekik dan mencium ibu-ayah, dan merangkul Mas Yohanes Rudi. Tentu saja Mas Rudi yang tidak tahu apa-apa hanya bengong. Kini, mereka berdua telah di karuniai seorang putri yang lucu, dan sekalipun keponakan ukas itu mempunyai nama panjang yang bagus, toh ayunda memanggil anakny dengan panggilan saying: Mbal…(Sa-Mbal).
Pagi ini adalah pagi yang paling membuat ukas salah tingkah. Ayunda Mas Rudi, dan putri mereka ramai bermain di beranda depan. Ibu sedang mempersiapkan sarapan buat kami di dapur. Hanya bapak yang tidak terlihat. Sesekali, ayunda masuk ke ruang tamu, tempat dimana mencoba mengatasi perasaan yang serba tidak menentu. Beberapa kali ayunda memberi isyarat supaya aku tenang.Bahkan tidak segan ia menepuk pundakku,seakan memberi semangat dan ketenteraman bahwa pagi ini, semua akan baik-baik saja. Kemarin, ayunda beserta suami dan putri mereka berkunjung ke rumah orangtua kami. Mereka dipanggil pulang ke rumah oleh ibu setelah ukas dan Dian kekasih ukas, memastikan bahwa ia akan datang. Ini kali pertama Dian diajak ke rumaku, dan ini berarti dramasambal keluarga akan dimulai.Setahun lebih ukas menjalin hubungan dengan Dian, dan baru kali ini ia memberanikan diri mengajaknya mengunjungi kedua orangtua. Hampir semua hal telah kami bicarakan berdua, kecuali satu hal : sambal keluarga
Semalam, kami semua telah berkumpul ,Semalam, suasana begitu akrab sehingga seharusnya ukas tidak perlu terlalu khawatir akan drama pagi ini. Tapi bukankah seperti itu yang dulu terjadi kepada kedua manatan kekasih ayunda dan mantan kekasih ukas? Malam yang nyaman, bukan berarti sebuah tiket yang bisa menentukan apa yang terjadi di pagi harinya. Dian keluar dari kamarnya. Ia menemui ukas, dan bilang akan membantu ibu didapur untuk mempersiapkan sarapan. Tapi sebelum ukas mengiyakan, ibu sudah memanggil-manggil kami dari dapur.Perasaan ukas semakin kocar-kacir., pikiran semakin kacau-balau. Ayunda bersama Mas Rudi dan putri mereka segera masuk ke gelanggang pementasan. Dian memberi isyarat agar kami berdua segera menyusul ke dapur. Pelan ukas bangkit dan menggandeng tangan Dian. Pada tangan itu, ukas ingin memastikan dan memperkuat sesuatu yang serba tidak menentu. Ukas mendengar suara ramai di dapur, suara keponakannya ditimpali suara ayunda dan ibu. Suara yang ringan dan binger. Beberapa meter dari ruang makan, ukas melihat semua sudah menempati kursi masing-masing, hanya Mas Rudi yang masih menggendong putrinya sambil terus bercanda. Bapak yang dari pagi tidak kelihatan juga sudah berada di sana, sementara Yu Sumi masih terihat sibuk di dapur yang terletak bersebelahan dengan ruang makan.
Pelan kami berdua masuk, menuju tempat duduk yang tersisa. Dan mata ukas menyapui sajian di meja makan…Jantung ukas berdetak mengencang dan mengeras. Ukas sapu berkali-kali dengan mata kepala dan Ukas periksa dengan seluruh perhatian, tetap saja ukas tidak menemukan satu menu yang paling ditunggu-tunggu. . Tubuhnya terasa ringan. Tapi ukas berusaha tetap tenang, dan duduk dikursi. Yu Sumi masih melakukan sesuatu didapur, mungkin masih di sana… Semoga….Semoga.....Rasa tidak menentu juga nampak di raut muka ayunda. Mas Rudi, orang yang akhirnya tahu tentang drama sarapan ini, setelah mengambil makanannya , keluar dari ruang pentas. Ia memberi alasan akan menyuapi putrinya di beranda. Tapi ukas memaklumi, ia sedang tidak ingin mencampuri satu peristiwa yang mungkin tidak mengenakkan hatinya. Sarapan dimulai. Tangan ukas gemetar, ukas tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Berkali-kali, ukas melihat ayunda berusaha menghilangkan ketegangan dengan cara menarik napas dalam-dalam. Sementara ibu dan bapak terlihat seperti biasa, tenang dan ramah. Dian….,ia juga tenang,
Yu Sumi datang membawa sesuatu. Harapan ukas bangkit. Tapi setelah tahu apa yang ada di tangannya, yang kemudian diletakkannya di meja, kembali gelombang harapan itu kandas seketika. Kali ini, Dian menatap ukas dengan heran. Tapi ia meneruskan mengambil lauk yang ada di meja. Percakapan-percakapan ringan mulai hadir. Ibu bicara, bapak bicara. Dian menjawab dan menimpali. Ayunda sesekali ikut ambil bagian. Hanya ukas yang belum mengeluarkan sepatah kata pun.Yu Sumi datang lagi, ia membawa sesuatu. Harapan ukas naik lagi. Tapi lagi-lagi , ia tidak membawa sesuatu yang diharapkan . Saat tahu itu, ukas hanya punya satu pikiran….habis……aku habis!. Tapi tepat di saat pikiran butuk itu menguasai, ibu bangkit. Ia menuju dapur. Tidak lama kemudian ia masuk lagi membawa cowek. Ukas hampir memekik, tapi ukas ingin memastikan sesuatu di dalamnya. Dan apa yang diharapkan ada di sana, sambal keluarga datang!Ibu tersenyum, Bapak tersenyum.Ayunda bahkan langsung berteriak girang. Sementara ukas menahan diri untuk tidak berteriak, tapi mengulum senyum lega . Dian juga tersenyum, ukas tidak tahu apa maksud senyumannya.“Mbak Dian, sambal… ini sambal keluarga kami,” ibu mengeluarkan suara.“Iya, Dian. Sambal ini enak sekali,” ayunda menimpali sambil tangannya mengeruk sambal dengan sendok dan menjatuhkan sambal itu di piringnya. Ukas yang begitu girang masih berusaha menahan semuanya. Dadanya, dipenuhi rasa syukur. “Iya, Bu… saya juga suka sambal ini. Saya sering membuatkan sambal ini untuk eyang kakung saya…,’ sambil berkata seperti itu,. Dian mengambil sesendok sambal. Ukas benar-benar lega. Semua terasa lapang dan ringan.Tapi beberapa detik kemudian, ukas merasa ada yang berhenti di ruang makan ini. Ukas melihat mata ayunda terenti pada sesuatu. Ukas melihat mata ibu juga terhenti pada sesuatu. Ukas memastikan apa yang terjadi dengan itu semua… Napas ukas seperti berhenti. Ukas melihat satu adegan ringan tapi tajam. Tangan Dian mengambil sebotol kecap, dengan pelan ia menuangkan kecap itu di atas sambal yangs udah berada di piring makannya. Dengan tenang ia berkata, “Tapi saya paling suka kalau ditambah kecap.” Ukas diam. Ayunda diam. Ibu diam. Bapak diam. Semua diam. Ibu tersenyum Bapak tersenyum . Mereka berdua kembali mengeluarkan kalimat-kalimat ringan untuk mencairkan suasana. Dian tetap makan dengan tenang, sambil sesekali menimpali pembicaraa. ***
Dian dan Sambal
muncul dengan
dramatis
gembira
di keluaraga
yang tak di sangka
sebelumnya.
{Yustinus Setyanta}