Minggu, 31 Desember 2017
MANTAB
Tahun ini adalah tahun yang penuh arti
Bersihkan diri sucikan hati
Menjadi guru untuk tahun yang sedang kita nanti
Suka dan duka yang telah kita lewati
Semoga memberikan arti untuk hidup yang kita jalani
Selamat tahun baru sahabat sejati
Selamat tahun baru sahabat sejati
Gemercik air basahi bumi pertiwi
Indahkan dunia layak sang mentari
Dinginnya embun segarkan suasana
Tahun baru kian menanti
Layak mentari terangi bumi
Bangkitkan semangat dalam diri
Sambut pergantian tahun dengan sejuta warna
Selamat tahun baru sobat semua
Detik berganti menjadi menit
Menit berlalu berganti menjadi jam
Waktu yang singkat seperti mimpi
Semoga memberikan arti untuk hidup yang kita jalan
(Mantab itu "Menyambut atau menerima Pergantian Tahun Yang Baru")
(Yustinus Setyanta)
Kamis, 28 Desember 2017
AT CHRISTMAS TIME
There’s nothing like Christmas
And woods deep in snow
To make us remember
The dear long ago.
Down life’s weary highway,
Years pass single file,
But deep in us all
Lives a bit of the child.
The same breathless wonder
Floods over us when
The gray skies lose snowflakes
That dance in the wind.
Smoke curling from chimneys,
A white windowpane,
And dear thoughts return
And old joys remain.
The tinkle of sleigh bells
Across a still night,
A warm, shadowed hearth
Whose embers burn bright.
A colorful afghan
Thrown over a chair,
Green holly entwined
Down the length of a stair.
The candlelit church
And the golden bells tell
Of chapters each heart
Remembers so well.
Oh, there’s nothing like Christmas
And woods deep in snow
To make us remember
The dear long ago.
(Yustinus Setyanta)
CHRISTMAS
Christmas is a time for love and fun,
Freely, like a rich and lavish sun,
Like a burning star to those whose lonely sighs
Show need of such a time for love and fun.
For children first, whose pain is never done,
Whose bright white fire of anguish never dies,
It’s time to give your heart to every one,
That not one angel fall, to hatred won
For lack of ears to listen to her cries,
Or arms to carry him towards love and fun,
Or friends to care what happens on the run
To adult life, where joy or sadness lies.
It’s time to give your heart to everyone,
For God loves all, and turns His back on none,
Good or twisted, ignorant or wise.
Christmas is a time for love and fun,
A time to give your heart to everyone.
X-MAS
(Yustinus Setyanta)
A time to reshape souls and roots and skies,
A time to give your heart to everyoneFreely, like a rich and lavish sun,
Like a burning star to those whose lonely sighs
Show need of such a time for love and fun.
For children first, whose pain is never done,
Whose bright white fire of anguish never dies,
It’s time to give your heart to every one,
That not one angel fall, to hatred won
For lack of ears to listen to her cries,
Or arms to carry him towards love and fun,
Or friends to care what happens on the run
To adult life, where joy or sadness lies.
It’s time to give your heart to everyone,
For God loves all, and turns His back on none,
Good or twisted, ignorant or wise.
Christmas is a time for love and fun,
A time to give your heart to everyone.
X-MAS
Pendar lampu kecil-kecil tampak bersatu jadi satu
Bertaut erat berlomba memancarkan cahaya
Pohon natal kembali digelar seperti tahun-tahun lalu
Mengingatkan bahwa Sang JuruSelamat hadir kedunia
Bersama sukacita yang mendalam
Pada sebuah kisah gegap gembira, aku tegelam
Kepada Anak Manusia yang pernah mendiam
Ditunjukan oleh bitang malam
Kabar lahir-Mu membawa bahagia di dunia
Kelahiran-Mu begitu sangat sederhana T
etapi membawa sukacita luarbiasa
: Hidupkan sukacita di hati yang menyala
(Yustinus Setyanta)
KELAHIRAN
Dipagi pupus tunas mengeliat tumbuhan
Bayi meninggalkan rahim kandungan
Memaklumkan kehadiran
Cempaka di jambangan menyambut bidadari
Turun memandikan sampai selesai mengeluskan jari
Merestu kelahiran membungkus dengan sari
Suatu lembaran baru dihadapan
Mendendangkan kehidupan
Sang perempuan berdandan serba kuning keemasan
Pucuk mawar ada di tangan
Duduk bersila, menggumam doa-doa
Sudah tiba kembali
Selalu kelahiran baru
Musim gugur adalah masa lalu
(Yustinus Setyanta)
Minggu, 17 Desember 2017
ANEKA VERSI HUJAN
BEBERAPA VERSI HUJAN (Jawa)
Hujan adalah suatu peristiwa dimana air jatuh dari langit ke permukaan bumi. Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Begitu sekurang-kurangnya mengenai Hujan.
Hujan dalam bahasa Jawa berarti Udan atau Jawah. Hujan ada banyak macamnya. Terutama jika menurut versi Jawa. Berikut Adalah macam-macam Hujan versi Bahasa Jawa beserta keterangannya, dan berdasarkan tingkatan seberapa hujannya.
1. KEPYUR;
Kepyur jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia berarti tabur. Sebagai contoh kalimat: "Endhog e dikepyuri uyah ben eneng rasane. (Telurnya ditaburi garam agar ada rasanya)". Nah jadi sudah ada gambaran kan Udan Kepyur ini seperti apa. Ya kira-kira air yang turun dari langit yang seperti dikepyur-kan. Kremun seperti kabut tipis, tapi bukan kabut tapi air hujan. Kepyur juga memiliki tingkat kerapatan yang cukup lumayan namun memilihi intensitas yang cenderung tipis.
2. KREMUN;
Kremun berarti Samar-samar. Jadi Udan Kremun adalah suatu kondisi dimana gerimis dengan butiran air sangat kecil seperti embun, tapi bukan embun. Lebih kecil dari tlethik.
6. UDAN BIASA
Kondisi Hujan pada umumnya. Levelnya tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Baik tingkat kerapatan maupun intensitasnya.
7. UDAN BRES
Hujan yang turun secara tiba-tiba tanpa permisi. Mak Bress begitu istilahnya kalau Orang Jawa bilang. Hehehe... :p . Kondisi ini hujannya turun secara mendadak dengan butiran-butiran hujan yang cukup besar dan kalau terkena tubuh serasa seperti jarum. Dan kalau terkena Helm bisa seperti "Mak Cethok" begitu suaranya.
8. UDAN DERES
Udan Deres ialah suatu kondisi hujan yang turun begitu lebat. Cukup rapat, cukup besar butir-butirnya dan cukup cepat turunnya.
9. UDAN ANGIN
Udan Angin adalah kondisi dimana terjadi suatu hujan namun juga disertai angin yang cukup kencang. Angin yang berhembus cukup kencang jadi semisal memakai jas hujan pun bisa tembus juga.
10. UDAN NGGREJIH
Ialah kondisi dimana hujan yang terjadi terus menerus. Entah siang ataupun malam. Bisa terjadi seharian, semalam suntuk. Kalau Orang Jawa bilang ya Udan e Nggrejih.
Adapun istilah-istilah lain mengenai hujan menurut Bahasa Jawa, sebagai berikut:
- Gludhug: Guntur atau Petir.
- Keclap: Kilatan petir yang terjadi ketika hujan. "Mak Keclap" begitu kalau kata Jawa, seperti lampu Blitz yang terangnya Mak Klap.
- Trenceng: Sudah reda hujannya.
Hujan dalam bahasa Jawa berarti Udan atau Jawah. Hujan ada banyak macamnya. Terutama jika menurut versi Jawa. Berikut Adalah macam-macam Hujan versi Bahasa Jawa beserta keterangannya, dan berdasarkan tingkatan seberapa hujannya.
Kepyur jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia berarti tabur. Sebagai contoh kalimat: "Endhog e dikepyuri uyah ben eneng rasane. (Telurnya ditaburi garam agar ada rasanya)". Nah jadi sudah ada gambaran kan Udan Kepyur ini seperti apa. Ya kira-kira air yang turun dari langit yang seperti dikepyur-kan. Kremun seperti kabut tipis, tapi bukan kabut tapi air hujan. Kepyur juga memiliki tingkat kerapatan yang cukup lumayan namun memilihi intensitas yang cenderung tipis.
2. KREMUN;
Kremun berarti Samar-samar. Jadi Udan Kremun adalah suatu kondisi dimana gerimis dengan butiran air sangat kecil seperti embun, tapi bukan embun. Lebih kecil dari tlethik.
3. TLETHIK;
Tlethik atau Tletik adalah suatu kondisi dimana butir-butiran hujan yang turun satu persatu agak besar yang jarang/renggang, dan jarak turunnya juga berjauhan(tidak berdekatan). Udan e Tlethik-tlethik bro!
4. GRIMIS (Gremes);
GRIMIS atau Gerimis dalam Bahasa Indonesia adalah suatu kondisi hujan yang lebih deras dari level hujan diatas namun tidak terlalu deras, dan lebih rapat dari hujan yang tersebut diatas tadi. Namun dengan intensitas Grimis ini cukup membuat anda basah kuyup dan merasa pusing ketika kehujanan.
5. UDAN TEKEK
Udan berarti Hujan dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan Tekek adalah Tokek, sejenis binatang melata yang masuk dalam keluarga Reptil yang biasa hidup di Pohon dan terkadang masuk ke rumah-rumah yang suaranya seperti namanya... Tok, Tok, Tok, Tokekkk. Jadi, Udan Tekek ini berarti Hujan Tokek jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia. Udan yang satu ini sangat istimewa maka dari itu saya bahas dalam urutan teratas. langsung saja kita bahas mengenai Hujan satu ini. Udan Tekek adalah kondisi dimana Hujan Gerimis dimana Matahari bersinar begitu teriknya dan terjadi hanya sebentar saja. Ada yang menyebut peristiwa tersebut dengan Udan tekek ada pula yang menyebut Hujan ini dengan nama Udan Kethek(Hujan Monyet/Kera). Jika diartikan maka sama-sama tidak nyambung dengan peristiwa Udan Tekek Tersebut. Saya kurang tahu menahu mengenai asal usul nama Hujan yang satu ini. Sudah sekian lama saya tinggal di jawa, kalau ada kondisi seperti diatas maka itu adalah Udan Tekek. Malahan ada sebuah parikan gini:Tlethik atau Tletik adalah suatu kondisi dimana butir-butiran hujan yang turun satu persatu agak besar yang jarang/renggang, dan jarak turunnya juga berjauhan(tidak berdekatan). Udan e Tlethik-tlethik bro!
4. GRIMIS (Gremes);
GRIMIS atau Gerimis dalam Bahasa Indonesia adalah suatu kondisi hujan yang lebih deras dari level hujan diatas namun tidak terlalu deras, dan lebih rapat dari hujan yang tersebut diatas tadi. Namun dengan intensitas Grimis ini cukup membuat anda basah kuyup dan merasa pusing ketika kehujanan.
5. UDAN TEKEK
Udan tekek macan dede
Goreng peyek kleru tempe.
Udan Tekek begitu Istimewa. Keistimewaan Udan Tekek ini adalah ketika Udan Tekek ini selesai maka akan muncul sebuah Pelangi. Kata orang sih begitu. Weits ini bukan mitos loh. Karena saya beberapa kali lihat sendiri dan dari kecil sampai sekarang masih melihat fenomena ini. Dan inilah bukti setelah Udan Tekek muncul sebuah Pelangi yang indah. Istimewanya karena bisa di sebut Hujan Romentis
Kondisi Hujan pada umumnya. Levelnya tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Baik tingkat kerapatan maupun intensitasnya.
7. UDAN BRES
Hujan yang turun secara tiba-tiba tanpa permisi. Mak Bress begitu istilahnya kalau Orang Jawa bilang. Hehehe... :p . Kondisi ini hujannya turun secara mendadak dengan butiran-butiran hujan yang cukup besar dan kalau terkena tubuh serasa seperti jarum. Dan kalau terkena Helm bisa seperti "Mak Cethok" begitu suaranya.
8. UDAN DERES
Udan Deres ialah suatu kondisi hujan yang turun begitu lebat. Cukup rapat, cukup besar butir-butirnya dan cukup cepat turunnya.
9. UDAN ANGIN
Udan Angin adalah kondisi dimana terjadi suatu hujan namun juga disertai angin yang cukup kencang. Angin yang berhembus cukup kencang jadi semisal memakai jas hujan pun bisa tembus juga.
10. UDAN NGGREJIH
Ialah kondisi dimana hujan yang terjadi terus menerus. Entah siang ataupun malam. Bisa terjadi seharian, semalam suntuk. Kalau Orang Jawa bilang ya Udan e Nggrejih.
- Gludhug: Guntur atau Petir.
- Keclap: Kilatan petir yang terjadi ketika hujan. "Mak Keclap" begitu kalau kata Jawa, seperti lampu Blitz yang terangnya Mak Klap.
- Trenceng: Sudah reda hujannya.
Jumat, 15 Desember 2017
PERAHU PARA NELAYAN
Di tengah malam cuaca berkabut
Diterobos perahu para nelayan
Meluncur menuju tengah lautan
Udara dingin tak dihiraukan
Mengarungi lautan luas
Menebar jaring menangkap ikan
Hati mereka tak kenal was-was
Perahu kecil di tengah laut
Diayun ombak seperti sabut
Dipermainkan oleh gelombang
Diterpa angin bertiup kencang
Ombak bergulung berkejar-kejaran
Mempermainkan perahu nelayan
Tetapi mereka bersikap tenang
Tidak takut pada gelombang
(Yustinus Setyanta)
Senin, 11 Desember 2017
PERTEMANAN.
Semakin dewasa-bertambah usia beberapa hal mengalami pergeseran makna yang cukup signifikan. Bukan?. Ini bukan cuma perkara perasaan atau malah pasangan. Jika mau melirik ke dalam. Pergeseran makna juga terjadi diurusan pertemanan.
Ikatan yang satu ini boleh jadi tak sesering itu diperhatikan. Namun, selalu ada yang menarik untuk diangkat, dibicarakan bukan digosipkan, kemudian dimasukan dalam kompartemen penuh kenangan. Disuatu kali, kita akan sepakat bahwa pertemanan adalah soal siapa yang akhirnya bertahan. Namun setelah dihadapkan pada kenyatan tidak demikan.
Ada pendapat bahwa pertemanan adalah keluarga yang kita pilih sendiri. Mereka yang mendampingi tanpa banyak prestasi. Tetapi, kalau saya boleh mengatakan pertemanan itu cocok-cocokan, semasukan. Namun timbul pertanyaan juga seh "Apakah kita juga bisa cocok dengan semua orang?" pertanyaan yang tak perlu dijawab tapi ditanyakan dalam diri masing-masing, kalee...
Tetapi bilamana ditempatkan dalam pertemanan yang membangun. Ikatan yang bukan cuma sekadar berisi kumpul-kumpul, tapi bukan kumpul kebo lho ea... . Namun juga membuat otak dan
semangat mengebu. Misalnya.
Pertemanan yang memberi ruang hangat baru selekat keluarga. Tempat kita bisa diterima, didorong, kemudian berkembang. Waow... Tidak berlebihan rasanya jika pertemanan kemudian dilebeli sebagai ikatan keluarga besar yang bisa dipilih sendiri. Sebab disini dukungan selekat saudara sendiri bisa datang dari berbagai sisi. Dan rasanya riskan juga sih jika dalam pertemanan itu pilih-pilih atau gamblangnya membeda-bedakan, memilah-milah. Soal status sosial, baik-buruknya. La wong kita sendiri juga belum tentu baik 'kan?
Entahlah bagaimana jala-jala hidup membuat dekat begini rupa. Tanpa perlu berkirim pesan tiap waktu, tanpa perlu bertatap muka setiap hari atau disetiap akhir pekan misalnya, tanpa agenda yang pasti bertemu, berjuma, dimana? Tempatnya.
..........Tetapi semua orang akan tetap bisa jadi teman-teman terbaik........
Jika ditanya "Siapaka orang terdekat dalam hidupmu" yang keluar adalah nama-nama mereka. Mereka maksudnya, yah...menurut Anda para pembaca yang budiman mereka itu siapa?
Beberapa cerita juga hanya bisa dibagi pada orang-orang ini saja. Dengan sabar mereka akan mendengar keluh kesah dan impian-impian aneh, atau harapan-harapan konyol. Tanpa mengernyitkan alis mata. Tapi kalau alis matanya dilukis wahh....seorang pelukis donk, biar kagak tebel dompetnya tapi alisnya tebel donk
Mungkin kalau tiba-tiba Anda beralih profesi menjadi penulis kacangan seperti saya ini yang karyanya tak pernah dimuat apalagi mencuat. Mereka juga akan mendukung utama yang paling memahaminya. Ngomongi soal penulis tuh tentu berbeda dengan penerbit. Seinget saya seh kalau penulis itu kagak peduli apakah tulisanya itu akan dibaca orang-banyak orang pokoknya menulis dan jika itu terbit pokoknya dapat duit. Kalau dikasih duit seh, tapi siapa yang ngasih ea...? Dan jika penerbit tuh tentu menginginkan atau berharap penuh supaya tulisanya dibaca orang lain-banyak orang mungkin juga malah dipamer-pamerkan supaya dibaca. Tapi bukan penerbit sebuah perusahaan yang bergerak dibidang penerbit dan percetakan lho. Wahh...kok jadi nyerocosz...cozz...ke penulis dan penerbit neh...
Barangkali ada beberapa rencana dan impian bersama teman sejenis kelamin yang bisa diwujudkan bersama teman. Yah, sekadar pergi keluar kota atau ke kampung sebelah dan menginap beberapa malam di sana. Terlihat sederhana memang, tapi siapa yang bersedia menjadi pengendara layaknya sopir bus antar kota-antar provinsi? Siapa yang bersedia, yang bisa tetap asyhk walau hanya makan kurang dari sepuluh ribu rupiah tiap kalinya?
Pernah nggak punya teman akrab? Katakanlah sahabat, pernah? Kemana-mana bareng, ngumpul bareng. Yah...mungkin dulu dimasa-masa sekolah, kuliah, atau dimasa apa saja. Tapi persahabatan bisa akrab banget kalau yang saja tidak nongol bersama-sama kak rasanya kayak ada yang kurang gitu. Nah pernah saya baca disebuah tulisan; bahwa sebuah persahabatan itu biasanya terjalin karena tindakan heroik, terlibat kospirasi bersama dan memiliki visi-misi yang sama. Tapi pada kenyataanya ada juga lho pertemanan yang dijalani itu berdasarkan kecocokan belaka. Tapi bis juga mungkin kesamaan nasib itulah yang bisa membuat dekat. Pertemanan yang akrab bisa membincangkan satu topik serius dengan seribu satu sudut pandang penuh lelucon dan ejekan, jalinan komunikasi tuh seperti sudah kayak gaya sepak bola TIMNAS. Tiki-taka, tanpa dominasi semua bebas lepas landas bicara. Nah, tulisan hni sekadar intermezzo, soal seluk beluk dunia picis pertemanan dan persahabatan. Lalu bagaimanakah pertemanan yang tanpa aksi heroik ini bisa terjalin dengan hangat. Berikut ada cerita.
Dari salah satu film kartun kesukaan saya yang berjudul Spongebob Squarepants, saya pernah mendengar ejekan Squidward untuk menggambarkan persahabatan yang dijalani oleh Spongebob dan Patrick, Squidward menyebut Patrick dan Spongebob hanya dua orang yang selalu bahagia dalam kebodohan. Nah, hal-hal bodoh dan konyol beginilah yang kadang bisa membangun sebuah pertemanan. Selain karena menyukai topik dan kegiatan yang sama, kebiasaan yang unik juga bisa melekatkan sebuah pertemanan. Seperti yang di contohkan oleh Owen Wilson dan Vince Vaughn dalam filmnya yang berjudul Wedding Crashers.
Walau pun pertemanan ada sisi kelemahan tapi lebih banyak kelebihanya. Salah satu kelebihan kelompok pertemanan adalah adanya unsur persahabat yang membuat nyaman. Jadi kalau cerita apa pun tak akan ada saling hakim-menghakimi, karena emang bukan pak/ibu hakim kalee...yee.... (~_~) Paling mentok-mentok diketawain. Kedekatan itu kadang menghapus rasa sungkan dan malu pada tiap orang.
Ini hanya sebagian kecil dari gambaran nyata pertemanan, masih ada banyak lagi tentunya berdasar pengalaman masing-masing individu. Dan bahwa bukan soal jasa yang membuat bersahabat. Kalau sudah berpisah, kenangan akan kebersamaan itulah yang tetap membuat kita tetap layak disebut bersahabat. Walau mungkin jarak tempat menghambat untuk dapat bertemu, bersulang rindu. Bisa ketmu, bisa curhat dan bisa meluapkan unek-unek untuk kemudian ditertawakan.
Bukan hanya sifat heroik semata, kadang hal itu hanya berdasarkan kecocokan, atau malah senasib
Minggu, 10 Desember 2017
DUHAI
Riwayat melintasi
Dering pada getar dada
Ada yang menyusup pada rogga hati
Duh-ai, meniupkan aroma cinta
Pada kuncup bunga-bunga
Seketika tanah basah diguyur hujan
Dalam raut waktu bertabur kemesraan
Jarum jam melingkagkar di atas kepala
Gelora membakar
dari sorot matamu
Mengirim aku
pada rongga hatimu
Kagum
Mendentum
Duhai
kasih
Duhai
kekasih
(Yustinus Setyanta)
Sabtu, 09 Desember 2017
SEPATU - SEPATU
SEPATU - I
Ia berpijak
Beranak pinak
Melahirkan jejak
Menghitung jarak
Dan angin menerbangkan
Terhapus jua jejak itu
Dan hujan menguyur
Terhanyut jua jejak itu
Apakah ia sudah lelah
Koyak sudah tak layak
Solnya mengkap-mengkap
Serupa mulut buaya
menunggu mangsa
Astagaaa!
Buang! Saja
Simpan
buat kenangan
Sepatu-sepatu
Menemani waktu Sepatu-sepatu
Tak usai bersetia
Sepatu-sepatu
Diajak tetap berpijak Sepatu-sepatu
Pada jarak mengukir tapak
Apalah mungkin jika tujuan tak searah
Kala menapak air, debu dan lapangnya tanah
Berlindung dan terteduh dimanapun singgah
Inilah yang menemani setiap harapan melangkah
Kemana kaki berpijak tetap pasrah
Tak marah sepenuh tabah
Menjalar setiap tatapan yang tak pernah menyerah
Dan adalah benar, sungguh kami tak berpisah
Sepatu, kau berada di terbawah
Suka menemani langkah
Langkah di segala medan
Dengan arah dan tujuan
Bersama kaki, kau menapak terjang kedepan
Bersama kaki pula tinggalkan tapak kenangan
Keberadaanmu disayang tatkala masih dibutuhkan
Ketika sudah tak layak nantinya akan dibuang
Kepadamu, aku tidak berbuat curang
Tetapi keberadaanmu memang harus demikian
K'rena aku membelimu berdasarkan kebutuhan
Bukan untuk keinginan apa lagi bermewahan
(Yustinus Setyanta)
KLOSET BERSIH DALAM SEKEJAP
Gunakan Soda, Kloset Anda Bersih dalam Sekejap. Bahan-bahan harian dapur itu bisa Anda gunakan untuk membersihkan noda membandel, baik pada kloset maupun sniter lainnya. Cobalah ambil satu kaleng soda rasa kola untuk menghilangkannya. Tuangkan satu kaleng penuh soda tersebut ke dalam kloset. Pastikan dinding-dinding kloset juga terkena soda. Biarkan air soda tersebut melapisi "mangkuk" kloset selama satu jam. Asam yang terkandung dalam soda kola mampu menguraikan noda tersebut selama satu jam. Setelah itu, gosok kloset dengan sikat khusus dan guyur (flush) dengan air. Kloset pun kembali berwarna cerah tanpa noda seperti sebelumnya.
Noda juga bisa terjadi akibat penumpukan mineral pada kloset Anda. Gunakan cuka putih untuk membersihkannya. Rendam kertas tisu pada cuka putih dan letakkan kertas tisu basah tersebut pada permukaan tumpukan mineral. Biarkan kertas tisu tersebut diam di sana sepanjang malam dan guyur keesokan paginya. Cara yang jauh lebih mudah bisa Anda terapkan untuk menyelesaikan masalah kloset mampet. Anda hanya perlu mendidihkan air dan mengguyurnya langsung pada lubang kloset. Tanpa perlu berbagai bahan kimia berbahaya, masalah Anda bisa diselesaikan.
Selain itu, kloset Anda juga bisa terancam dengan adanya karat pada sekrup yang ada pada dudukan kloset. Untuk menghindari adanya karat, Anda bisa mengaplikasikan pewarna kuku (kuteks) pada permukaan sekrup. Pastikan saja pewarna kuku tersebut sudah kering sebelum Anda menggunakan kloset. Namun, jika karat sudah terlanjur "menyerang" kloset, Anda bisa menggunakan batu apung untuk membersihkannya. Pastikan batu apung dan kloset yang terbuat dari porselen bisa tergores. Jika ingin membuat porselen Anda lebih mengilap, gunakan baby oil. Tuangkan beberapa tetes baby oil pada kain bersih, kemudian seka kloset porselen hingga kering dan mengilap. (iDEA)
Selain itu, kloset Anda juga bisa terancam dengan adanya karat pada sekrup yang ada pada dudukan kloset. Untuk menghindari adanya karat, Anda bisa mengaplikasikan pewarna kuku (kuteks) pada permukaan sekrup. Pastikan saja pewarna kuku tersebut sudah kering sebelum Anda menggunakan kloset. Namun, jika karat sudah terlanjur "menyerang" kloset, Anda bisa menggunakan batu apung untuk membersihkannya. Pastikan batu apung dan kloset yang terbuat dari porselen bisa tergores. Jika ingin membuat porselen Anda lebih mengilap, gunakan baby oil. Tuangkan beberapa tetes baby oil pada kain bersih, kemudian seka kloset porselen hingga kering dan mengilap. (iDEA)
UDAN TEKEK
Terik matahari bersinar terang
Tiba-tiba hujan bertandang
Hujan berjatuhan dengan riang
Udan tekek macan dede
Mangan peyek kleru tempe
Jumat, 08 Desember 2017
MERAYAKAN PERBEDAAN
Selalu saja ada yang mengantar kita tak sekadar hanya mampir
Di atas meja panjang, gelas cangkir berbagi getir
Piring penuh ingatan
Pisang goreng, bakwan dan telur asing berloncatan
Asap dan kata berbaur jadi sawang
Mengendap di atap karang-cangkang
Pelangi memancarkan bermacam-macam warna
Bersatu padu membentuk kebersamaan
Perbedaan suatu jembatan
Untuk kita merasakan keindahan
Bau keringat tercium sebagai parfum
Bagai kuntum melati yang harum
Kebersamaan menjadikan wahana pemahaman
Bersulang rindu merayakan perbedaan
Hingga sendok, pisau, garpu dan sumpit berubah bunga
Mekar basah, ketenangan aromanya
Dingin angin mendekatkan kita
Satu sama lain menukar cerita
Teh, kopi dan susu menguji kesetiaan
Pada air putih
Gerimis pecah di puncak sepi
Kita larut dalam remang
Di luar jalanan lengamg
Aspal berkilau disapa bulan
Perlahan meresap air mantan dari hujan
Selalu saja ada yang mengantar kita
Di tempat ini kita bersua
Sebelum subuh tiba
Kita bertapa dipijar fajar tanpa ada curiga
(Yustinus Setyanta)
Kamis, 07 Desember 2017
KATA HATI
Kata ini, sangat santun memintaku
(Yustinus Setyanta)
Sudi mengantar mereka kepadaku
Karena rindu dan percaya
Betapa hatimu senantiasa terbuka
Sesungguhnya mereka milikmu..
Bagian paling indah yang karena malu..
Begitu lama sembunya dan berdiam diri..
Hingga kau lupa dan maskul kau kenali..
Sebagai bunyi dan gambar samar..
Mereka selalu gusar dan gemetar..
Gugup-gagu, tiap kali hendah menyentuhmu..
Tepat di selaput lembut paling peka itu..
Sekian lama ia menanti..
Berharap datang saat baik ketika kau sedang sendiri...
Membentang kalbu sebagai langit yang telah teduh..
Bagai segugus planet yang menolak luruh..
Mereka ingin kembali, turut sermerasai sedihmu..
Menyentuh yang melepuh, mengeluas yang ngilu..
Merekatkan yang retak, merawat yang tersayat..
Ringankan angkatan yang berat..
Mereka kadang berkhayal sebagai hujan pertama..
Yang dengan senang hati menjatuhkan diri..
Ketika kau kemarau mengerang dahaga..
Diantara akar dan ceruk-cerut sumur mati...
Alangkah hendak mereka melihat..
Tubuhmu yang likat bangkit mengeliat..
Bersama pucuk-pucuk daun berseri seusai mandi..
Kuncup-kuncup kembang berganti gaun warna-warni..
Sesemarak gelak dan gerak para pecinta.
Dibabak pembuka pesta bulan purnama..
Dimana nestapa terkapar tak berdaya..
Dihajar pijar harapan dan cahaya cinta..
Maka maklumlah jika kepadaku...
Mereka minta diantar ke hatimu..
Sebab, mereka percaya, keindahan bersemayam di hati yang terbuka..
(Yustinus Setyanta)
Rabu, 06 Desember 2017
MENTARI
Tanpa jemu engkau bertawaf saban hari
Menebar hangat pelancar arteri
Pemasti hayat tetap lestari
Tak pernah lelah dirimu bersendratari
Abdi menyawer cahaya ayu berseri
Ikrar dan janjimu kokoh terpatri
S'lalu setia menyapa kami sepanjang hari
Walau mendung kadang mengebiri
Engkau melebihi pramugari
Ramah memandu nan bersafari
Di belantara yang kian sarat misteri
Kendati sang malam penyebab mati suri
Engkau benda penerang pada cakrawala menerangi bumi
Engkau benda besar menguasai siang hari
Menjadi tanda menunjukan masa, tahun dan hari
Yang menemani kami-kami di bawah langit sanubari
Hingga didetik-detik elmaut meniup nafiri
(Yustinus Setyanta)
Minggu, 03 Desember 2017
BANYOLAN
Djenggot : Pakde Passward Wifinya apah?
Pakde Wiro : Udah jajan belum?
Djenggot : Udah Pakde, terus password wifinya apa?
Pakde Wiro : yah itu.
Lantas Djenggot memasukan password wifi "Ya itu" beberapakali tidak bisa?
Bertanya lagi si Djenggot
Djenggot : Pakde kok tidak bisa masuk dengan password 'ya itu'
Pakde Wiro : Passwordnya bukan ya itu, maksudnya tdi "Udah jajan belum"
Djenggot : Oh...itu. Ok Pakde. Thx
Dalam benak si Djenggot, kamfffrettt itu password apah nyindir sih.
Cerita ini hanya banyolan doank, fiktif belaka, apabila kesamaan tokoh, tempat atau daerah semua itu hanyalah kebetulan dan bukan unsur kesengajaan.
(Yustinus Setyanta)
ENGKAU
Engkau menjadi tanahku
Tempat ku tegakkan ragaku
Engkau menjadi airku
Tempat aku lenyapkan dahagaku
Engkau menjadi udaraku
Tempat aku titipkan rinduku
Engkau menjadi pantaiku
Tempat aku labuhkan ombakku
Engkau menjadi senjaku
Tempat ku merangkai mimpiku
Engkau adalah engkau
Tempat aku menjadi aku
(Yustinus Setyanta)
(Yustinus Setyanta)
Jumat, 01 Desember 2017
Senin, 13 November 2017
MAKNA KERJA DALAM HIDUP MANUSIA
Pada tulisan ini dengan mengacu pada pemikiran Peter Drucker, saya ingin mengajak anda memikirkan tentang makna kerja di dalam kehidupan manusia. Sebagai acuan saya terinspirasi dari buku Management, Tasks, Responsibilities, and Practices. Peter Drucker adalah seorang ahli manajemen yang pemikirannya, menurut saya, memiliki dimensi filosofis yang sangat dalam.
Kerja adalah bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda yang dapat membantu pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari kerjanya. Dapat juga dikatakan bahwa kerja merupakan aktivitas yang hanya unik (dalam artian di atas) manusia. Di dalam Kitab Suci Yahudi yang sudah berusia sangat tua diceritakan bagaimana kerja merupakan hukuman Tuhan kepada manusia, karena ia tidak patuh pada perintah-nya. Sekitar 2600 tahun yang di Yunani, Hesiodotus menulis sebuah puisi tentang kerja yang berjudul Work and Days. Di dalamnya ia berpendapat, bahwa kerja adalah isi utama dari kehidupan manusia.
Filsafat dan Kerja
Di dalam salah satu tulisannya, Franz Magnis-Suseno pernah berpendapat, bahwa refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu. Walaupun pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Warga bangsawan tidak perlu bekerja. Mereka mendapatkan harta dari status mereka. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu, manusia yang sesungguhnya tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir dan menulis di level teoritis. Semua pekerjaan fisik diserahkan pada budak. Budak tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya.
Pada abad ke 17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah. Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat, bahwa pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak miliki pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan pengakuan.
Secara singkat Magnis-Suseno menegaskan, bahwa ada tiga fungsi kerja, yakni fungsi reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri. Yang pertama dengan bekerja, manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Yang kedua dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat. Ia dipandang sebagai warga yang bermanfaat. Danyang ketiga dengan bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya.
Kerja dan Organisasi
Dimensi Psikologis Kerja
Dimensi kerja kedua adalah dimensi psikologis. Dalam arti ini kerja bisa berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja. Namun seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Setiap orang sudah dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4 tahun. Memang mereka belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau dimanapun. Namun mereka perlu untuk belajar berjalan, berbicara, dan yang terpenting, belajar untuk menjadi manusia. Ini semua menurut Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan sesuatu guna mengembangkan diri.
Dari sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang disebabkan oleh kemiskinan tidak hanya merusak situasi ekonomi seseorang, tetapi juga harga dirinya. Hegel seorang filsuf Jerman pernah berpendapat, bahwa kerja adalah aktualisasi diri seseorang. Drucker sendiri berpendapat bahwa kerja merupakan perpanjangan dari kepribadian manusia. Kerja adalah suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi. Kerja adalah adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan kemanusiaannya.
Sejak dulu manusia sudah memiliki pandangan, bahwa kerja adalah sesuatu yang suci. Kerja adalah suatu bentuk panggilan dari Tuhan. Kerja adalah suatu pengabdian, apapun bentuknya, dan semua itu layak mendapatkan penghormatan. Di Eropa pada abad ke-14, para rahib Benediktin bekerja di ladang dan sawah bergantian dengan mereka berdoa. Kerja tangan dianggap sebagai sesuatu yang sama sucinya seperti orang berdoa. Pemikiran ini bertentangan dengan pandangan kuno yang berpendapat, bahwa orang bebas tidak perlu, dan bahkan tidak boleh, bekerja kasar di sawah ataupun ladang. Di dalam bukunya yang berjudul The Republic, Plato menegaskan ada berbagai macam level manusia, dan setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesuai dengan levelnya. Budak bekerja sebagai pekerja kasar di ladang dan sawah. Sementara para filsuf bekerja sebagai pemimpin kota yang bertugas menata politik.
Tentu saja pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam pengangguran, dalam arti orang yang tidak mau bekerja. Kualitas manusia dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di dalam pekerjaannya. Di peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi sebagai pekerja negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnya. Sebaliknya ia justru diminta untuk lebih produktif menulis, melukis, mencipta musik, dan membuat puisi. Dasar dari cara berpikir ini adalah etika sosial Confusian, yang meminta orang untuk membagikan kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilnya tatanan sosial yang ada.
Pada abad kedua puluh, pandangan tentang kerja juga belum banyak berubah. Walaupun masih dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang ‘kasar’, para petani dan buruh dipandang sebagai bagian dari masyarakat yang layak dan perlu untuk dihormati. Di Eropa dan Amerika pada abad keduapuluh, kondisi kehidupan buruh dan petani sudah jauh meningkat, jika dibandingkan dengan satu abad sebelumnya. Hal yang sama menurut Drucker juga berlaku untuk para pelaut. Mereka adalah kelompok pekerja yang perlu mendapatkan perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik yang begitu banyak, dan ancaman bahaya yang juga begitu besar.
Menurut Drucker pada era sekarang, apa yang dipandang orang sebagai bernilai telah berubah. Sekarang ini nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Hal ini terjadi karena konsep kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan ekonomis. Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangan di mall dan pasar. Akibat surplus barang untuk memberikan kenikmatan itu, nilai kehidupan pun telah menyempit menjadi semata mengejar nilai ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun menjadi identik dengan kepuasan ekonomis
Gejala hedonisme yang sedang dominan di masyarakat, menurut Drucker, juga sebenarnya bukan menggambarkan dorongan murni manusia untuk mencapai kenikmatan itu sendiri. Gejala tersebut muncul sebagai reaksi terhadap berbagai penindasan yang dialami oleh kelas pekerja selama berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan artis, yang mengembangkan musik, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap sebagai profesi terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan artis mampu memberikan penghidupan yang layak. Namun di beberapa negara berkembang, profesi semacam itu masih dianggap kelas dua.
Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi untuk memiliki uang banyak, sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu tidak sepenuhnya tepat. Orang yang tidak bekerja, walaupun memiliki uang banyak, juga sulit untuk merasa puas dengan hidupnya. Mereka akan mengalami krisis identitas, karena pekerjaan membantu orang merumuskan identitasnya, walaupun tidak secara keseluruhan. Dalam ari ini dapatlah dikatakan, bahwa kerja memiliki dimensi psikologis yang mendalam, yang membantu orang untuk menentukan siapa dirinya.
Dimensi Sosial Kerja
Drucker juga berpendapat bahwa kerja memiliki dimensi sosial. Kerja menyatukan orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan menjalin relasi. Profesi seseorang menentukan tempatnya di masyarakat. Dengan mengatakan bahwa saya adalah guru, anda sudah menegaskan posisi anda di masyarakat, dan peran apa yang anda jalankan dalam relasi dengan orang-orang lain yang hidup bersama di masyarakat.
Lebih jauh juga dapat dikatakan, bahwa setiap orang butuh untuk bekerja, karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, dan menjalin relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sana. Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang berpolis. Artinya manusia adalah mahluk yang membutuhkan kelompok untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah cara terbaik untuk menjadi bagian dari suatu kelompok.
Seringkali orang memiliki beberapa komunitas dalam hidupnya. Bisa saja ia adalah pegawai rendahan di kantor, namun dianggap bijaksana dan layak pemimpin oleh teman-temannya di lingkungan rumah. Namun hal yang sama sebenarnya berlaku. Menurut Drucker orang-orang semacam itu membutuhkan pekerjaan untuk mengisi kebutuhannya akan pertemanan dan persahabatan dan juga tentu saja memenuhi kebutuhan ekonomi.
Di banyak perusahaan muncul banyak kebiasaan untuk mempekerjakan wanita yang sudah cukup dewasa (dalam arti sudah memiliki suami yang bekerja dan anak yang cukup mandiri) sebagai pekerja paruh waktu. Bagi Drucker wanita paruh baya tersebut menjadikan lingkungan kerja sekaligus sebagai tempat pencari (atau penambah) nafkah, komunitas sosial, dan tempat untuk mengobati kesepian yang mungkin saja mereka alami. Inilah tipe pekerja yang biasanya sangat setia pada perusahaan.
Dalam arti ini ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak kalah kuatnya dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena orang sering bekerja sama, walaupun mungkin mereka tidak terlalu suka satu sama lain. Dengan kata lain menurut Drucker, ikatan kerja memiliki dimensi yang obyektif. Dan dimensi itu bisa menjadi peluang yang sangat besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna. Di dalam komunitas semacam ini, keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja yang kuat.
Dimensi Ekonomis Kerja
Untuk hidup orang perlu untuk bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini berlaku universal. Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta, bahwa manusia tidak mampu hidup sendiri. Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan orang lain. Dalam kerangka yang lebih besar, manusia yang satu melakukan perdagangan dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, dan membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi (economic network). Di satu sisi jaringan ini memperkuat hubungan sosial antar manusia, terutama mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda, namun saling membutuhkan satu sama lain. Di sisi lain jaringan ini memiliki potensi untuk mendorong terjadinya konflik sosial, sebagai akibat dari perdagangan yang tidak mencerminkan nilai keadilan.
Ekonomi sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sekarang ini orang tidak mungkin melepaskan diri dari itu. Di dalam perjalanan waktu, ekonomi mengalami perubahan tujuan, yakni bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan murni, tetapi untuk mengumpulkan dan mengembangkan modal (capital). Modal menjadi tujuan utama. Uang pun kehilangan akarnya, yakni sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Uang dikejar demi uang itu sendiri, dan bukan lagi demi kesejahteraan manusia. Kerja pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi juga memiliki orientasi ke masa depan. Saya bekerja untuk pemenuhan kebutuhan saya 10 tahun lagi.
Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu menjadi merugikan, ketika modal dikejar demi dirinya sendiri, dan di dalam perjalanan melupakan apa yang sesungguhnya penting, yakni pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan mengaktualisasikan dirinya sendiri. Karl Marx seorang filsuf asal Jerman pernah berpendapat, bahwa ekonomi demi pengumpulan dan pengembangan modal tidaklah perlu dilakukan, karena di dalam perjalanannya, eksploitasi kaum pekerja adalah proses yang tidak dapat dihindarkan. Pemikiran Marx tersebut kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan dan pengembangan modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan kebutuhan dasar para pekerja.
Dimensi Kekuasaan Kerja
Di dalam organisasi selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit ataupun eksplisit. Secara eksplisit kekuasaan paling tampak di dalam hubungan antara atasan dan bawahan, serta hubungan antara konsumen dan produsen. Di sisi lain ada kekuasaan yang sifatnya implisit, namun efeknya sangat terasa, seperti krisis global di pasar internasional, bencana alam, dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses produksi, distribusi, ataupun konsumsi.
Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep jam kerja baru ditemukan pada masyarakat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep ini memang tampak tidak relevan. Namun pada awalnya penerapan jam kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat di seluruh dunia. Di dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan diatur dalam jadwal yang tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam rencana dan pengaturan tersebut akan memperoleh kenaikan pangkat. Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol. Dan menurut Drucker kontrol adalah bentuk kekuasaan.
Banyak pemikir yang berpendapat, bahwa organisasi modern adalah suatu bentuk alienasi (keterasingan). Orang menjadi tidak mengenal dirinya sendiri, orang lain, dan hasil kerjanya, jika mereka bekerja di perusahaan-perusahaan yang ditata secara modern. “Masyarakat modern”, demikian Drucker, “adalah masyarakat pekerja dan akan tetap seperti itu.”. Oleh karena itu relasi-relasi kekuasaan di dalam pekerjaan pun tidak akan pernah hilang. Otoritas adalah sesuatu yang sangat esensial di dalam organisasi modern. Dengan lugas dapat dikatakan, selama ada otoritas, selama itu pula ada relasi-relasi kekuasaan. Otoritas adalah sesuatu yang inheren di dalam sistem organisasi modern yang banyak digunakan sekarang ini.
Kerja adalah bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda yang dapat membantu pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari kerjanya. Dapat juga dikatakan bahwa kerja merupakan aktivitas yang hanya unik (dalam artian di atas) manusia. Di dalam Kitab Suci Yahudi yang sudah berusia sangat tua diceritakan bagaimana kerja merupakan hukuman Tuhan kepada manusia, karena ia tidak patuh pada perintah-nya. Sekitar 2600 tahun yang di Yunani, Hesiodotus menulis sebuah puisi tentang kerja yang berjudul Work and Days. Di dalamnya ia berpendapat, bahwa kerja adalah isi utama dari kehidupan manusia.
Filsafat dan Kerja
Di dalam salah satu tulisannya, Franz Magnis-Suseno pernah berpendapat, bahwa refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu. Walaupun pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Warga bangsawan tidak perlu bekerja. Mereka mendapatkan harta dari status mereka. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu, manusia yang sesungguhnya tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir dan menulis di level teoritis. Semua pekerjaan fisik diserahkan pada budak. Budak tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya.
Pada abad ke 17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah. Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat, bahwa pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak miliki pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan pengakuan.
Secara singkat Magnis-Suseno menegaskan, bahwa ada tiga fungsi kerja, yakni fungsi reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri. Yang pertama dengan bekerja, manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Yang kedua dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat. Ia dipandang sebagai warga yang bermanfaat. Danyang ketiga dengan bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya.
Kerja dan Organisasi
Teori-teori ekonomi dan ilmu sosial juga banyak menganalisis tentang kerja. Walaupun begitu refleksi dan analisis tentang kerja yang melibatkan organisasi baru muncul pada awal abad ke-19. Menurut Drucker tokoh yang pertama kali merefleksikan konsep kerja di dalam organisasi adalah Frederick Taylor. Dalam arti ini kerja bukanlah lagi merupakan fenomena universal manusia saja, tetapi juga kerja yang melibatkan pekerja-pekerja tangan ataupun pekerja pengetahuan (knowledge worker). Pekerja tangan adalah orang yang bekerja dengan ketrampilan praktis. Sementara pekerja pengetahuan adalah pekerja yang tidak hanya membutuhkan ketrampilan praktis, tetapi juga pekerja yang melibatkan konsep abstrak yang memiliki cangkupan luas.
Yang pasti menurut Drucker adalah, bahwa kerja (work) dan bekerja (working) adalah dua hal yang berbeda. Pekerja (worker) adalah penghasil kerja (work), dan kegiatan menghasilkan kerja itu disebut sebagai bekerja (working). Dalam hal ini setiap pekerja haruslah ditata dalam organisasi yang setidaknya mampu mewujudkan dua hal, yakni mencapai produktivitas kerja yang dibutuhkan organisasi, dan memperoleh kepuasan personal melalui kerjanya itu.
Drucker berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang sifatnya impersonal dan obyektif. Dalam arti ini kerja adalah tugas. Untuk bekerja berarti orang menerapkan logika dan aturan yang berguna untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam kerja ada logika yang mengatur arus kerja tersebut. “Kerja”, demikian Drucker, “membutuhkan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, dan mengontrol proses.” Misalnya anda adalah seorang penulis. Menulis adalah suatu kerja yang membutuhkan logika untuk mengetik, dan membaca tulisan yang telah diketik. Di dalam tulisan ada aturan dan logika yang harus dipatuhi. Tanpa aturan dan logika tersebut, tulisan tidak akan dapat dimengerti. Penulis harus menganalisis proses dan hasil tulisannya, membuat kombinasi yang tepat (supaya tulisannya bagus), serta mengontrol proses penulisan, supaya mendapatkan hasil yang diinginkan.
Maka kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang perlu untuk dianalisis. Inilah yang kiranya dilakukan oleh Drucker. Para pekerja –yang juga berarti setiap manusia- perlu untuk memahami prinsip dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang, dan rasional. Hal ini tidak hanya berlaku untuk kerja yang menghasilkan barang materi, tetapi juga para pekerja kreatif dan pekerja pengetahuan yang lebih menghasilkan konsep yang abstrak. Misalnya si penulis yang perlu untuk memahami susunan alfabet yang sifatnya logis, seimbang, dan rasional. Drucker bahkan berpendapat bahwa analisis atas kerja pertama kali bukan muncul di kalangan insinyur ataupun ahli teknik, melainkan dari tulisan yang memiliki aturan dan logikanya sendiri.
Di dalam organisasi cara berpikir yang berbeda perlu untuk dirumuskan. Di dalam organisasi kerja harus dikelola secara tepat, sehingga gabungan kerja dari beberapa bagian bisa menghasilkan satu tujuan yang sama. Itu sebenarnya inti manajemen, yakni mengelola sekumpulan orang dengan jenis pekerjaan yang berbeda untuk mengabdi pada tujuan yang sama. Inilah yang juga merupakan inti dari proses produksi. Di dalam organisasi kerja adalah suatu kegiatan yang perlu diatur secara kolektif. Kerja bukanlah soal individual saja. Kerja memerlukan proses kontrol untuk mencegah hilangnya fokus pekerjaan.
Dimensi Fisiologis Kerja
Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja (working). Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia adalah mahluk yang bekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya. Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya. Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis. Yang perlu ditekankan disini adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda dengan cara kerja mesin.
Mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu haruslah dilakukan berulang, dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk mengerjakan tugas rumit, mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, barulah mesin itu bisa bekerja. Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap, dan dengan stabilitas yang terjamin.
Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan meninggalkan pekerjaannya itu. Menurut Drucker manusia justru bisa bekerja secara maksimal, jika berada dalam koordinasi dengan manusia lainnya. Manusia bisa bekerja secara maksimal, jika ia menumpahkan seluruh dirinya di dalam pekerjaannya itu, dan bukan hanya fisiknya semata. Jika ia dipaksa bekerja seperti mesin, maka baik secara psikologis ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah.
Manusia bekerja terbaik di dalam koordinasi dengan manusia lainnya, dan bukan secara individual. Ia bekerja buruk di dalam ritme yang tetap. Ia harus bekerja di dalam suasana yang dinamis bersama dengan manusia-manusia lainnya. Tidak ada ritme yang universal, yang cocok untuk setiap orang. Setiap orang memiliki ritme bekerjanya masing-masing. Bahkan menurut Drucker keunikan ritme bekerja dapat disamakan dengan keunikan sidik jari setiap orang. Orang bisa marah ketika ia dipaksa bekerja tidak sesuai dengan ritmenya, dan dipaksa untuk mengabdi ritme bekerja orang lain.
Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia secara otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan melepaskan hormon stress yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang. Padahal menurut Drucker untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau setidaknya ia harus memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.
Berbeda dengan pandangan umum, di dalam suatu organisasi, orang perlu untuk bekerja dengan ritme dan koordinasi yang berbeda-beda. Di dalam bekerja, orang perlu variasi kecepatan dan ritme, walaupun fokusnya tetap sama. “Apa yang bagus di dalam rekayasa industri untuk kerja”, demikian tulis Drucker, “ternyata sangat jelek bagi manusia yang bekerja.”
Yang pasti menurut Drucker adalah, bahwa kerja (work) dan bekerja (working) adalah dua hal yang berbeda. Pekerja (worker) adalah penghasil kerja (work), dan kegiatan menghasilkan kerja itu disebut sebagai bekerja (working). Dalam hal ini setiap pekerja haruslah ditata dalam organisasi yang setidaknya mampu mewujudkan dua hal, yakni mencapai produktivitas kerja yang dibutuhkan organisasi, dan memperoleh kepuasan personal melalui kerjanya itu.
Drucker berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang sifatnya impersonal dan obyektif. Dalam arti ini kerja adalah tugas. Untuk bekerja berarti orang menerapkan logika dan aturan yang berguna untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam kerja ada logika yang mengatur arus kerja tersebut. “Kerja”, demikian Drucker, “membutuhkan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, dan mengontrol proses.” Misalnya anda adalah seorang penulis. Menulis adalah suatu kerja yang membutuhkan logika untuk mengetik, dan membaca tulisan yang telah diketik. Di dalam tulisan ada aturan dan logika yang harus dipatuhi. Tanpa aturan dan logika tersebut, tulisan tidak akan dapat dimengerti. Penulis harus menganalisis proses dan hasil tulisannya, membuat kombinasi yang tepat (supaya tulisannya bagus), serta mengontrol proses penulisan, supaya mendapatkan hasil yang diinginkan.
Maka kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika tersendiri yang perlu untuk dianalisis. Inilah yang kiranya dilakukan oleh Drucker. Para pekerja –yang juga berarti setiap manusia- perlu untuk memahami prinsip dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang, dan rasional. Hal ini tidak hanya berlaku untuk kerja yang menghasilkan barang materi, tetapi juga para pekerja kreatif dan pekerja pengetahuan yang lebih menghasilkan konsep yang abstrak. Misalnya si penulis yang perlu untuk memahami susunan alfabet yang sifatnya logis, seimbang, dan rasional. Drucker bahkan berpendapat bahwa analisis atas kerja pertama kali bukan muncul di kalangan insinyur ataupun ahli teknik, melainkan dari tulisan yang memiliki aturan dan logikanya sendiri.
Di dalam organisasi cara berpikir yang berbeda perlu untuk dirumuskan. Di dalam organisasi kerja harus dikelola secara tepat, sehingga gabungan kerja dari beberapa bagian bisa menghasilkan satu tujuan yang sama. Itu sebenarnya inti manajemen, yakni mengelola sekumpulan orang dengan jenis pekerjaan yang berbeda untuk mengabdi pada tujuan yang sama. Inilah yang juga merupakan inti dari proses produksi. Di dalam organisasi kerja adalah suatu kegiatan yang perlu diatur secara kolektif. Kerja bukanlah soal individual saja. Kerja memerlukan proses kontrol untuk mencegah hilangnya fokus pekerjaan.
Dimensi Fisiologis Kerja
Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja (working). Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia adalah mahluk yang bekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya. Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya. Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis. Yang perlu ditekankan disini adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda dengan cara kerja mesin.
Mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu haruslah dilakukan berulang, dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk mengerjakan tugas rumit, mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, barulah mesin itu bisa bekerja. Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap, dan dengan stabilitas yang terjamin.
Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan meninggalkan pekerjaannya itu. Menurut Drucker manusia justru bisa bekerja secara maksimal, jika berada dalam koordinasi dengan manusia lainnya. Manusia bisa bekerja secara maksimal, jika ia menumpahkan seluruh dirinya di dalam pekerjaannya itu, dan bukan hanya fisiknya semata. Jika ia dipaksa bekerja seperti mesin, maka baik secara psikologis ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah.
Manusia bekerja terbaik di dalam koordinasi dengan manusia lainnya, dan bukan secara individual. Ia bekerja buruk di dalam ritme yang tetap. Ia harus bekerja di dalam suasana yang dinamis bersama dengan manusia-manusia lainnya. Tidak ada ritme yang universal, yang cocok untuk setiap orang. Setiap orang memiliki ritme bekerjanya masing-masing. Bahkan menurut Drucker keunikan ritme bekerja dapat disamakan dengan keunikan sidik jari setiap orang. Orang bisa marah ketika ia dipaksa bekerja tidak sesuai dengan ritmenya, dan dipaksa untuk mengabdi ritme bekerja orang lain.
Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia secara otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan melepaskan hormon stress yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang. Padahal menurut Drucker untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau setidaknya ia harus memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.
Berbeda dengan pandangan umum, di dalam suatu organisasi, orang perlu untuk bekerja dengan ritme dan koordinasi yang berbeda-beda. Di dalam bekerja, orang perlu variasi kecepatan dan ritme, walaupun fokusnya tetap sama. “Apa yang bagus di dalam rekayasa industri untuk kerja”, demikian tulis Drucker, “ternyata sangat jelek bagi manusia yang bekerja.”
Dimensi Psikologis Kerja
Dimensi kerja kedua adalah dimensi psikologis. Dalam arti ini kerja bisa berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja. Namun seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Setiap orang sudah dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4 tahun. Memang mereka belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau dimanapun. Namun mereka perlu untuk belajar berjalan, berbicara, dan yang terpenting, belajar untuk menjadi manusia. Ini semua menurut Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan sesuatu guna mengembangkan diri.
Dari sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang disebabkan oleh kemiskinan tidak hanya merusak situasi ekonomi seseorang, tetapi juga harga dirinya. Hegel seorang filsuf Jerman pernah berpendapat, bahwa kerja adalah aktualisasi diri seseorang. Drucker sendiri berpendapat bahwa kerja merupakan perpanjangan dari kepribadian manusia. Kerja adalah suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi. Kerja adalah adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan kemanusiaannya.
Sejak dulu manusia sudah memiliki pandangan, bahwa kerja adalah sesuatu yang suci. Kerja adalah suatu bentuk panggilan dari Tuhan. Kerja adalah suatu pengabdian, apapun bentuknya, dan semua itu layak mendapatkan penghormatan. Di Eropa pada abad ke-14, para rahib Benediktin bekerja di ladang dan sawah bergantian dengan mereka berdoa. Kerja tangan dianggap sebagai sesuatu yang sama sucinya seperti orang berdoa. Pemikiran ini bertentangan dengan pandangan kuno yang berpendapat, bahwa orang bebas tidak perlu, dan bahkan tidak boleh, bekerja kasar di sawah ataupun ladang. Di dalam bukunya yang berjudul The Republic, Plato menegaskan ada berbagai macam level manusia, dan setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesuai dengan levelnya. Budak bekerja sebagai pekerja kasar di ladang dan sawah. Sementara para filsuf bekerja sebagai pemimpin kota yang bertugas menata politik.
Tentu saja pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam pengangguran, dalam arti orang yang tidak mau bekerja. Kualitas manusia dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di dalam pekerjaannya. Di peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi sebagai pekerja negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnya. Sebaliknya ia justru diminta untuk lebih produktif menulis, melukis, mencipta musik, dan membuat puisi. Dasar dari cara berpikir ini adalah etika sosial Confusian, yang meminta orang untuk membagikan kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilnya tatanan sosial yang ada.
Pada abad kedua puluh, pandangan tentang kerja juga belum banyak berubah. Walaupun masih dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang ‘kasar’, para petani dan buruh dipandang sebagai bagian dari masyarakat yang layak dan perlu untuk dihormati. Di Eropa dan Amerika pada abad keduapuluh, kondisi kehidupan buruh dan petani sudah jauh meningkat, jika dibandingkan dengan satu abad sebelumnya. Hal yang sama menurut Drucker juga berlaku untuk para pelaut. Mereka adalah kelompok pekerja yang perlu mendapatkan perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik yang begitu banyak, dan ancaman bahaya yang juga begitu besar.
Menurut Drucker pada era sekarang, apa yang dipandang orang sebagai bernilai telah berubah. Sekarang ini nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Hal ini terjadi karena konsep kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan ekonomis. Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangan di mall dan pasar. Akibat surplus barang untuk memberikan kenikmatan itu, nilai kehidupan pun telah menyempit menjadi semata mengejar nilai ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun menjadi identik dengan kepuasan ekonomis
Gejala hedonisme yang sedang dominan di masyarakat, menurut Drucker, juga sebenarnya bukan menggambarkan dorongan murni manusia untuk mencapai kenikmatan itu sendiri. Gejala tersebut muncul sebagai reaksi terhadap berbagai penindasan yang dialami oleh kelas pekerja selama berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan artis, yang mengembangkan musik, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap sebagai profesi terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan artis mampu memberikan penghidupan yang layak. Namun di beberapa negara berkembang, profesi semacam itu masih dianggap kelas dua.
Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi untuk memiliki uang banyak, sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu tidak sepenuhnya tepat. Orang yang tidak bekerja, walaupun memiliki uang banyak, juga sulit untuk merasa puas dengan hidupnya. Mereka akan mengalami krisis identitas, karena pekerjaan membantu orang merumuskan identitasnya, walaupun tidak secara keseluruhan. Dalam ari ini dapatlah dikatakan, bahwa kerja memiliki dimensi psikologis yang mendalam, yang membantu orang untuk menentukan siapa dirinya.
Dimensi Sosial Kerja
Drucker juga berpendapat bahwa kerja memiliki dimensi sosial. Kerja menyatukan orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan menjalin relasi. Profesi seseorang menentukan tempatnya di masyarakat. Dengan mengatakan bahwa saya adalah guru, anda sudah menegaskan posisi anda di masyarakat, dan peran apa yang anda jalankan dalam relasi dengan orang-orang lain yang hidup bersama di masyarakat.
Lebih jauh juga dapat dikatakan, bahwa setiap orang butuh untuk bekerja, karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, dan menjalin relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sana. Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang berpolis. Artinya manusia adalah mahluk yang membutuhkan kelompok untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah cara terbaik untuk menjadi bagian dari suatu kelompok.
Seringkali orang memiliki beberapa komunitas dalam hidupnya. Bisa saja ia adalah pegawai rendahan di kantor, namun dianggap bijaksana dan layak pemimpin oleh teman-temannya di lingkungan rumah. Namun hal yang sama sebenarnya berlaku. Menurut Drucker orang-orang semacam itu membutuhkan pekerjaan untuk mengisi kebutuhannya akan pertemanan dan persahabatan dan juga tentu saja memenuhi kebutuhan ekonomi.
Di banyak perusahaan muncul banyak kebiasaan untuk mempekerjakan wanita yang sudah cukup dewasa (dalam arti sudah memiliki suami yang bekerja dan anak yang cukup mandiri) sebagai pekerja paruh waktu. Bagi Drucker wanita paruh baya tersebut menjadikan lingkungan kerja sekaligus sebagai tempat pencari (atau penambah) nafkah, komunitas sosial, dan tempat untuk mengobati kesepian yang mungkin saja mereka alami. Inilah tipe pekerja yang biasanya sangat setia pada perusahaan.
Dalam arti ini ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak kalah kuatnya dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena orang sering bekerja sama, walaupun mungkin mereka tidak terlalu suka satu sama lain. Dengan kata lain menurut Drucker, ikatan kerja memiliki dimensi yang obyektif. Dan dimensi itu bisa menjadi peluang yang sangat besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna. Di dalam komunitas semacam ini, keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja yang kuat.
Dimensi Ekonomis Kerja
Untuk hidup orang perlu untuk bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini berlaku universal. Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta, bahwa manusia tidak mampu hidup sendiri. Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan orang lain. Dalam kerangka yang lebih besar, manusia yang satu melakukan perdagangan dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, dan membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi (economic network). Di satu sisi jaringan ini memperkuat hubungan sosial antar manusia, terutama mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda, namun saling membutuhkan satu sama lain. Di sisi lain jaringan ini memiliki potensi untuk mendorong terjadinya konflik sosial, sebagai akibat dari perdagangan yang tidak mencerminkan nilai keadilan.
Ekonomi sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sekarang ini orang tidak mungkin melepaskan diri dari itu. Di dalam perjalanan waktu, ekonomi mengalami perubahan tujuan, yakni bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan murni, tetapi untuk mengumpulkan dan mengembangkan modal (capital). Modal menjadi tujuan utama. Uang pun kehilangan akarnya, yakni sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Uang dikejar demi uang itu sendiri, dan bukan lagi demi kesejahteraan manusia. Kerja pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi juga memiliki orientasi ke masa depan. Saya bekerja untuk pemenuhan kebutuhan saya 10 tahun lagi.
Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu menjadi merugikan, ketika modal dikejar demi dirinya sendiri, dan di dalam perjalanan melupakan apa yang sesungguhnya penting, yakni pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan mengaktualisasikan dirinya sendiri. Karl Marx seorang filsuf asal Jerman pernah berpendapat, bahwa ekonomi demi pengumpulan dan pengembangan modal tidaklah perlu dilakukan, karena di dalam perjalanannya, eksploitasi kaum pekerja adalah proses yang tidak dapat dihindarkan. Pemikiran Marx tersebut kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan dan pengembangan modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan kebutuhan dasar para pekerja.
Dimensi Kekuasaan Kerja
Di dalam organisasi selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit ataupun eksplisit. Secara eksplisit kekuasaan paling tampak di dalam hubungan antara atasan dan bawahan, serta hubungan antara konsumen dan produsen. Di sisi lain ada kekuasaan yang sifatnya implisit, namun efeknya sangat terasa, seperti krisis global di pasar internasional, bencana alam, dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses produksi, distribusi, ataupun konsumsi.
Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep jam kerja baru ditemukan pada masyarakat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep ini memang tampak tidak relevan. Namun pada awalnya penerapan jam kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat di seluruh dunia. Di dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan diatur dalam jadwal yang tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam rencana dan pengaturan tersebut akan memperoleh kenaikan pangkat. Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol. Dan menurut Drucker kontrol adalah bentuk kekuasaan.
Banyak pemikir yang berpendapat, bahwa organisasi modern adalah suatu bentuk alienasi (keterasingan). Orang menjadi tidak mengenal dirinya sendiri, orang lain, dan hasil kerjanya, jika mereka bekerja di perusahaan-perusahaan yang ditata secara modern. “Masyarakat modern”, demikian Drucker, “adalah masyarakat pekerja dan akan tetap seperti itu.”. Oleh karena itu relasi-relasi kekuasaan di dalam pekerjaan pun tidak akan pernah hilang. Otoritas adalah sesuatu yang sangat esensial di dalam organisasi modern. Dengan lugas dapat dikatakan, selama ada otoritas, selama itu pula ada relasi-relasi kekuasaan. Otoritas adalah sesuatu yang inheren di dalam sistem organisasi modern yang banyak digunakan sekarang ini.
(Yustinus Setyanta)
SOSIAL MEDIA (sosmed)
Jari jemari lompat kanan lompat kiri
Terus menari di atas papan kunci
Huruf demi huruf mengeliat
Memunculkan sosok kalimat
Baca, amati, rasakan, tulis, tunggu tanggapan, cernakan, unggahkan
Kekesalan dan kemarahan yang ditahan dilepaskan
Suka, benci, dan kesyirikan diungkapkan
Sampai saja pada gagasan dan pemikiran
Atau sekedar cari sensasi dan perhatian
Oh....aneka-macam ragam tertampilkan
Ocehan yang mengambil dalam bentuk tulisan
Begitu ramainya seumpama di pasar kagetan
Acap terdengar komentar atau balasan
Tak elak gambar dan foto dipamerkan
Memasuki dalam dunia rasa tanpa rupa
Ketemu kawan tanpa bertatap muka
Percakapan taklagi memerlukan suara
Hanya tanda baca dan larik huruf banyak rasa
oh....SO(k)SIAL MEDIA
(Yustinus Setyanta)
Langganan:
Postingan (Atom)