Padahal, dalam lagu tersebut ada bagian yang perlu dinyanyikan dengan lembut dan di bagian menutup dengan suara lebih keras.
Melihat partitur lagu "Indonesia Raya", terdapat notasi musik p (piano) yang menunjukkan dinamika menyanyi lembut pada bagian "Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku rakyatku semuanya....". Adapun di bagian penutup, terdapat tanda dinamik f (forte) sebagai penanda untuk menyanyi lebih keras bagian "Indonesia raya, merdeka merdeka, tanahku negeriku yang kucinta...."
Terkait hal ini, musisi Purwacaraka menilai, cara menyanyikan dan menampilkan lagu kebangasaan memang perlu distandarkan. Sebab, tak hanya dinamika, masalah juga dapat terjadi pada hitungan depan, nada dasar, hingga tempo. Untuk dirigen atau konduktor, menurut Purwacaraka, lagu "Indonesia Raya" dimulai pada ketukan keempat. Selain itu, lagu tak menggunakan intro seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. "Kalau tanpa intro, pasti lebih susah memulainya".
Tempo lagu "Indonesia Raya", belum ditetapkan secara pasti. Sekarang, yang kita dengar seharusnya agak mars. Namun, untuk (menimbulkan nuansa) keagungan, sering temponya diturunkan." tambah musisi Purwacaraka.
Nah, bila demikian nada dasar di lagu "Indonesia Raya" juga belum standar. "Kalau kalangan profesional main di G, seperti WR Supratman, saat pertama mengalunkan dengan biolanya. Akan tetapi, masyarakat awam sering menurunkan nada dasar ke F, supaya rentang nadanya bisa dicapai,"
Lagu "Indonesia Raya" yang diciptakan WR Supratman, diperdengarkan dalam pertemua pemuda-pemuda Indonesia di gedung Indonesische Clubhuis (sekarang bernama Gedung Sumpah Pemuda) di Jalan Kramat 106 pada 28 Oktober 1928. Saat itu, WR Supratman memainkannya dengan gesekan biola.
Sejarah mencatat, gesekan biola WR Supratman tersebut menjadi bagian penting yang menentukan perjalanan bangsa Indonesia hingga saat ini. Setelah beberapa tahun berlalu, lagu "Indonesia Raya" yang merupakan lagu kebangsaan itu diatur dalam PP 44 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Saat ini, mungkin perlu dibuat standar dan pedoman yang lebih baku tentang cara menyanyikan "Indonesia Raya". Lebih dari itu, semoga lagu yang diciptakan dan diperdengarkan oleh WR Supratman pada 28 Oktober 1928 tetap terjaga makna dan rohnya.
Diharapkan lagu itu tak hanya dinyanyikan dengan baik, tetapi juga dihayati untuk Indonesia raya. (yts*)
(Yustinus Setyanta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar