Minggu, 02 Juli 2017

NYEPI SEJENAK



Manusia modern hidup dengan mobilitas yang. Kehidupan di era modern dengan seiringnya teknologi yang kian canggih bagaikan mesin-mesin otomatis yang telah diprogram untuk melaksanakan suatu perintah, malahan bertindak tanpa berfikir mendalam pun sudah menjadi hal yang jamak.

Manusia modern menjadi pelaku pikuk dunia sekaligus menjadi pelaku problematika yang tanpa disadari atau tidak acapkali mengabaikan berbagai problematika yang berseliweran di sekitarnya oleh karenanya menjadi kurang jeli untuk dapat melihat problematika itu sendiri. Kehidupan yang serba dinamis dan cepat menuntut manusia modern untuk bergerak cepat pula, karena jika tidak akan ketinggalan muncul istilah 'siapa cepat pasti dapat'. Inilah seleksi alam fana manusia.




Ternyata perkembangan sains & teknologi yang tujuan awalnya untuk mensejahterakan manusia malah bisa bergeser menjadi alat penyeleksi alam manusia. Yang tujuan awalnya untuk mempermudah berkomunikasi bisa bergeser pula menjadi alat provokasi negatif. Di era modern tekologi canggih dan silih bergantinya hal duniawi yang begitu cepat tersebut mau tak mau mengikuti irama kehidupan yang serba mobile & dinamis akhirnya hanya bagaikan mesin atau program (software) yang mengikuti perintah si programmer. Langtja ia dapat berkontemplatif, meditatif merenungi berbagai hal yang perlu direnungkan. 

Di era modern yang hiruk pikuk hingga menjadi kurang peka terhadap kehidupan sosial manusia. Jika memiliki waktu luang sedikit saja membuka gadget, mengecek notifikasi berbagai sosmed. SO(k)SIAL MEDIA. Jika pekerjaan datang otak di gunakan untuk bekerja jika waktu istirahat otak dikerahkan untuk sibuk dengan gadget dan sebagainya dan setelah istirahat otak kembali digunakan untuk bekerja kembali begitu seterusnya. Tak ada salahnya hal demikian, namun apakah akan seperti itu terus, melupakan salah satu kebutuhan fundamental manusia, perenungan kontemplatif.





Berfikir kontemplatif adalah berfikir secara mendalam dan filosofis. Memangnya mengapa manusia harus berfikir dan merenung kontemplatif? Karena sebenarnya salah satu kodrat manusia adalah demikian. Manusia diberi akal dan hati. Manusia dituntut pula untuk bersikap reflektif.

Memikirkan kembali segala hal yang sebelumnya menjadi sebuah kelumrahan. Semakin lumrah sesuatu, maka akan semakin biasa hal tesebut, sehingga manusia akan tidak peka kembali, yang mana akan mendatangkan sikap kurang dapat mengambil hikmah dari sesuatu tersebut. Maka jika itu terjadi, manusia akan kehilangan sisi kebijaksanaannya, karena ciri dari manusia yang bijaksana salah satunya adalah dapat mengambil hikmah dari segala hal. Ia dapat melihat sisi buruk maupun sisi baik dari segala peristiwa yang ada disekitarnya. Yang baik diambil, yang buruk diabaikan, atau bahkan diperbaiki. Dan semua itu butuh proses berfikir dan merenung kontemplatif. 




Kadangkala manusia modern harus menyepi, menyendiri. Kadang kala manusia modern harus menarik diri dari keramaian. Manusia yang terlalu lama berada di keramaian kadangkala menjadi tidak peka akan keramaian itu sendiri. Manusia kadang harus mencari kesepian untuk berkontemplasi, karena kontemplasi butuh menyepi. Kontemplasi hanya dapat dilakukan saat otak dalam keadaan rileks sekaligus fokus. Rileks, dari segala distraksi indera yang ditangkap indera, seperti berbagai bunyi-bunyian, gemerlap cahaya perkotaan, gerak hiruk pikuk manusia-manusia sibuk, dll. Karena distraksi itu semua akan membuat otak secara otomatis bekerja, sehingga menurunkan alokasi dayanya untuk merenung.

Barangkali nyepi tidak hanya dimiliki oleh orang Hindu, ia dibutuhkan oleh setiap manusia yang meninginkan kebijaksanaan hidup. Karena dengan nyepi, orang menjadi bisa berefleksi, merenung, berkontemplasi, mencari ilmu-ilmu baru, dan mencari hikmah dari hiruk pikuk keramaian dunia. Menyepi itu penting, supaya benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi keramaian".











(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar