Ada pribahasa kuno menyebutkan "Vox Populi, Vox Dei - Suara Rakyat adalah Suara Tuhan". Bisa jadi sejak lama manusia dan peradabannya memahami bahwa kebenaran dapat dikenal dari banyaknya dukungan atau pilihan orang. Hal ini tentunya bersesuaian dengan fenomena kerumunan di atas; bahwa apabila banyak orang sependapat pada hal yang sama, bisa jadi di situ ada kebenaran dan kemenangan. Akan tetapi, apakah yang banyak dipilih orang selalu benar? Apakah yang dianggap benar oleh kebanyakan orang pastilah bermuatan baik?. Bukankah yang baik itu tak selalu benar.
Kerumunan tidak bisa dipakai sebagai patokan menilah kebaikan perlu disadari adanya sisi gelap fenomena kerumunan. Ada gelombang besar dan semakin kuat pada kehilangan kesadaran personal maupun komunal atas kebenaran, terutama ketika kita berhadapan dengan opini-opini publik. Fakta-fakta berikut ini dapat meneguhkan bahwa kerumunan juga bisa mendatangkan masalah sosial yang pelik. Banyak orang muda di Eropa tergoda mengikuti ideologi fundamentalisme dan radikalisme agama dan menggabungkan dirinya diam-diam dengan ISIS. Lambatnya tanggapan masyarakat Indonesia menolak tindakan pemerintah yang mengeksekusi mati para pengedar narkoba membuktikan bahwa kebanyakan orang ikut bingung dengan apa yang perlu diputuskan hati nurani mereka. Para siswa pelapor adanya kebocoran Ujian Nasional tingkat SMA malahan mendapat ancaman dan dicemooh.
Fakta-fakta diatas menjadi beberapa contoh aktual bahwa kesadaran personal dan komunal orang modern semakin terdistorsi sehingga kerap menempatkan orang berada di jalan yang membingungkan untuk berdiri dalam posisi benar meski tampak baik. Penemuan akan kebenaran ideologinya berangkat dari kesadaran utuh seseorang atas pertanyaan-pertanyaan mengapa dia memilih dan mengambil sikap (stand point) tertentu terhadap dengan situasi yang tengah dihadapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar