Itu artinya dia ogah untuk memenuhi permintaan itu. Dia sedang malas gerak. Lalu biasannya, ada tambahan jawaban sebagai alasan malas itu, "Lagi Pawe nih." Itu artinya dia sedang nyaman dengan posisi atau kesibukannya saat itu.
Pelbagai pernyataan yang secara olok-olok yang merupakan pencerminan bahwa kemalasan itu adalah watak dasar manusiawi terlihat dari pernyataan-pernyataan berikut: "Saya mencintai pekerjaan saya. Itu saya rasakan benar manakala saya berlibur" (Pinter. Cinta tetapi memelestkan waktu).
"Saya bukan pemalas, saya cuma orang yang rileks." (Pembelaan diri). "Kemarin saya tidak melakukan apapun. Hari ini saya melanjutkan apa yang saya lakukan kemarin" (Pinter. Kemalasan yang disamarkan). "Bila saya memenangkan penghargaan atas kemalasan saya, saya akan kirim orang untuk menerima penghargaan itu." (Malar parah tetapi sportif). "Waktu saya masih sekolah, saya punya dua subjek yang paling saya sukai, makan siang dan jam istirahat." (Pintar dan manusiawi). "Tentulah, saya seorang atlet. Saya berselancar di internet setiap hari." (anggota klub 'mager'). Kemalasan jelas bukan hal yang dianjurkan.
Kemalasan membuat segala sesuatu yang seharusnya berjalan atau bergerak, menjadi terhenti. Padahal, secara hukum alam, dunia adalah sesuatu kehidupan yang terus bergerak. Kemalasan, secara prinsip, melawan kodrat kehidupan. Kemalasan adalah antitesa terhadap sikap sikap hidup rajin, disiplin, dan kerja keras nan cerdas. Kemalasan adalah antitesa terhadap hal-hal yang konstruktif. Kemalasan itu destruktif. Kemalasan adalah tiadanya kehendak untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dan selayaknya dilakukan, sehingga 'sesuatu' itu tak tereksekusi sebagaimana seharusnya atau tepat pada waktunya. Kemalasan itu berarti ada dua kemungkinan; malas untuk melakukan sesuatu dan menundanya. Yang kedua, malas dan membatalkannya.
"Kemalasan tak lebih dari kebiasaan untuk beristirahat sebelum Anda lelah," kata Jules Renard, penulis Prancis abad ke-19. Pelbagai pandangan tokoh dunia dapat kita simak, berisi kegundahan soal kemalasan. "Saya lebih takut terhadap penuda-nundaan dan kemalasan," kata Denzel Washinton, aktor peraih tiga Golden Globe Awards dan dua Oscar.
"Saya tidak bisa bergaul dengan kemalasan. Kita tak bicara dalam bahasa yang sama. Saya tidak memahami Anda. Saya tidak ingin Anda pahami." ujar Kobe Bryant, pebasket terkemuka, dengan lugas. Pendapat yang lebih halus menyatakan, "Kemalasan tampak memikat, tapi bekerja memberikan kepuasan," kata Anne Frank, seorang penulis Jerman, salah seorang korban holocaust. Pada umumnya kita meyakini bahwa kemalasan itu, sekali lagi destruktif. "Kemalasan berjalan lambat," kata Benjamin Franklin, salah seorang pendiri negara Amerika Serikat.
"Kemalasan tak lebih dari kebiasaan untuk beristirahat sebelum Anda lelah," kata Jules Renard, penulis Prancis abad ke-19. Pelbagai pandangan tokoh dunia dapat kita simak, berisi kegundahan soal kemalasan. "Saya lebih takut terhadap penuda-nundaan dan kemalasan," kata Denzel Washinton, aktor peraih tiga Golden Globe Awards dan dua Oscar.
"Saya tidak bisa bergaul dengan kemalasan. Kita tak bicara dalam bahasa yang sama. Saya tidak memahami Anda. Saya tidak ingin Anda pahami." ujar Kobe Bryant, pebasket terkemuka, dengan lugas. Pendapat yang lebih halus menyatakan, "Kemalasan tampak memikat, tapi bekerja memberikan kepuasan," kata Anne Frank, seorang penulis Jerman, salah seorang korban holocaust. Pada umumnya kita meyakini bahwa kemalasan itu, sekali lagi destruktif. "Kemalasan berjalan lambat," kata Benjamin Franklin, salah seorang pendiri negara Amerika Serikat.
- Kenikmatan.
Para tetua menyatakan, kerja keras dengan keberuntungan, kemalasan dekat dengan kesialan. Kerja keras dekat dengan keberhasilan, kemalasan dekat dengan kegagalan. Namun hal itu ada pendorong niat penyemangat untuk melawan kemalasan. Tetapi juga, tidak dapat disangkal, ada kecenderungan umum bahwa kemalasan itu adalah milik segenap orang. Tidak bisa dimungkiri, bermalas-malasan adalah kenikmatan tersendiri. Saya merasakan dan mengakui soal itu. Adalah suatu kenikmatan manakala pada hari libur, bangun pagi dan kemudian masih rebahan di tempat tidur, hingga kadang-kadang kebablasan tertidur lagi.
Rebahan atau guliling-guling menikamti televisi atau membaca koran di atas kasur, atau juga berselancar di dunia maya dari piranti gedgad tanpa cemas diburu tugas adalah suatu hal yang amat nikmat. Saya tak tahu, apakah kecenderungan orang untuk menyenangi dan menunggu dengan tak sabar datangnya hari libur merupakan indikasi kemalasan? Apakah ucapan terkenal, "Thanks God it's friday", menyambut sabtu-minggu sebagai hari libur timbul karena soal kemalasan? Hukum alamnya, "Orang pada umumnya pemalas dan hanya mementingkan diri sendiri," kata Joyce Meyer, penulis The Living Beyond Your Feeling.
Dengan pemikiran itu, pandangan Bill Getes ini saya kutipkan, "Saya selalu memilih seorang yang pemalas untuk melakukan tugas yang sulit. Karena, dia akan menemukan cara yang mudah untuk melakukan tugas itu," Bukti Bill Getes dapat kita lihat di Youtube, sekelompok pemuda, menciptakan aplikasi yang dihubungkan dengan drone untuk menangkap Pokemon. Mereka menyebutnya sebagai 'Dronemon'. Memainkan Pokemon dengan drone adalah pilihan mereka, karena alasan kemalasan. Demikianlah, pemalas juga menghasilkan hal-hal yang konstruktif, seperti Bill Getes dan Dronemon diatas. Namun itu terdapat dan terjadi pada orang yang pintar (smart people). Jadi kemalasan juga bisa ditarik kesimpulan yakni tak selalu kemalasan itu bersifat buruk.
Mungkin jumlah orang-orang yang seperti itu tak banyak. Secara umum dan bersifat universal, kerja keras nan cerdas, bukan kemalasan yang membangun kemajuan demi kemajuan dalam kehidupan. Tak usah disebutkan, banyak negara Asia yang kemajuan pembangunannya sangat mengagumkan. Faktor pendukung utamanya adalah etos kerja keras segenap masyarakat. Maka pandangan ini pula ada yang menjadi sebuah filosfi dosar yakni "kerja, kerja, kerja".
Nah, mari kita pilih jargon yang perlu kita teguhkan dalam keseharian kita, dalam kehidupan kita. Kita pilih yang konstruktif bukan yang destruktif. Maka bagaimana jika jargon itu, "Saya terlalu malas untuk bermalas-malasan." Sesederhana itukah?
(Yustinus Setyanta)
(Yustinus Setyanta)
(Yustinus Setyanta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar