Ialah sajak bukan kata bijak
Yang bikin penyair tidur nyenyak
Membawanya mimpi sambil mendekap bahasa
Dengkur penyair menjadi magma aksara.
2. SAJAK BAHASA
2. SAJAK BAHASA
Bahasa ialah hidup
Ia tak sanggup
Kesepian
atau sendirian
Bahasa diterbangkan diharap jadi hujan
Bahasa diterbangkan diharap jadi hujan
Semua tambah segar
Anak-anak tak bertengkar
Tak ada debat berantakan
Apakah bahasa mulai sirna?
Apakah bahasa mulai sirna?
(seniman idealis)
Lapar kita semata mengingatkan
Lapar kita semata mengingatkan
Bahwa masih panjang perjalanan
Ribuan kelokan menghadang di didepan
Bila terhenti, lalu mencari nasi,
Terpampang perjalanan makin tersendat
Terpampang perjalanan makin tersendat
Tak akan pernah sampai tujuan-bila lambat
Ke tempat kita berteduh dari siraman air hujan
Dari kejaran angin malam, angin siang, juga debu jalanan
Mengalirlah di kali warisan lelulur
Mengalirlah di kali warisan lelulur
Yang selalu penuh makna.
4. SAJAK GESIT.
4. SAJAK GESIT.
( Seniman proposal )
Altar itu tak'kan tertemukan
Altar itu tak'kan tertemukan
Bila engan meliuk naik turun mengikuti jalan
Yang tergambar di atlas
Apapun harus dikerahkan
Siapapun mesti mengolah retakan aspal
Bila ingin menghirup atmosfir berbeda
Yang sedikit menyejukan, atau bakan
Mengamankan perut dari rasa lapar
Yang bisa mendera siapa saja
Deretan angka adalah harapan yang dipasangnya
Terdoa menembus cakrawala
Meski kadang menyeret tawa
Mengundang berjuta cerca
(seniman penyuka danais)
Inilah saat yang ditunggu
Inilah saat yang ditunggu
Nafas huruf yang selalu tersengal akan terlonggarkan
Tak ada lagi asma aksara yang menyandra
Mari menari
Mari menari
Menikmati melodi terkomposisi aroma wangi
Sulingan belasan imaji
Gerak ritmis bukan untuk diri sendiri
Gerak ritmis bukan untuk diri sendiri
Memuaskan ribuan kepala yang haus sunguhan lengendari
Sudah saatnya mencicipi
Kapan lagi kalau bukan saat ini
Mari berpesta penuh kemeriahan
Mari berpesta penuh kemeriahan
Memanjakan kesenian....
Kesenian tak cuma kesenagan
Kesenian tak cuma kesenagan
Yang sekedar untuk memuaskan
Dalam sekecap mata
6. SAJAK WACANA.
6. SAJAK WACANA.
(seniman omdo : omog doang)
Lepasnya bianglala di cakrawala selatan
Lepasnya bianglala di cakrawala selatan
Momen harus diabadikan
Tak terduga, karena mengandung muatan
Yang tak tertemukan di khayangan
Apalagi laut yang terpagari bukit-bukit
Apalagi laut yang terpagari bukit-bukit
Jadikan dongeng bagi anak-cucu nan cicit
Taruh di museum agar semua orang terkenang
Terbayang-bayang selalu mengenang
Anak, cucu, cicit diberi kebanggan
Anak, cucu, cicit diberi kebanggan
Secuil masa lalu
Bahwa leluhurnya mampu bertindak
Bergerak dan ngawu-awu
Bikin terpesona nuansa dimana saja
Dengan kata-kata menukik gesit-melejit
Membelah apa saja Di beranda mayapada
- Sepasang tokek ngekek
- Sepasang tokek ngekek
- Tergema kisah
7. SAJAK WASPADA
7. SAJAK WASPADA
(seniman perayu)
Untuk meruntuhkan nyali
Untuk meruntuhkan nyali
Kata selalu dikedepankan
Mencuatkan kegamangan,
Mengindari kewajaran.
Tak ada salahnya debu
Tak ada salahnya debu
Yang melekat pada tubuh dijadikan azimat
Penarik simpati agar mau peduli
Kapan lagi menikmati kalau bukan kali ini?
Kapan lagi menikmati kalau bukan kali ini?
Alam akan memaklumi
Mengerti lalu menepi begitu saja
Manusia punya nafsu
(seniman pro rakyat)
Bagaimanapun laparku lebih penting
Bagaimanapun laparku lebih penting
Dari lapar para tetangga
Eksistensiku juga ingin sampai singgasana
Tentu saja tetap ingat ribuan yang nestapa
9. MELEPAS SAJAK
Pergilah,
9. MELEPAS SAJAK
Pergilah,
Sampai di sini aku mengantarmu
Temui sendiri olehmu
Tuan pembaca nyinyir
Ia akan menatapmu
Ia akan menatapmu
Memandangmu
Dengan gayanya sok itu
Bernafsu melucuti segenap hurufmu
Sampai gigil terakhir
Sampai gigil terakhir
Ia ingin mengunjungimu langsung
Pada kesempatan pertama:
Adakah kau sungguh liat
Atau hanya geliat mayat kalimat?
Ketahuilah Ia mencurigai sangat
Aku telah mencoba
Aku telah mencoba
Menempamu semampu bisa
Kurelakan rembulan menyembunyikanmu
Sampai genap merihmu
Telah kurobohkan pula
Rapuh struktur kisahmu
Duka cerita bumi
Dan sangit aria langit
Aku tak tahu tapi
Adakah sekaliannya cukup?
Pergilah, sana
Pergilah, sana
Aku melepasmu di sini saja
Temui sendiri olehmu
Tuan pembaca nyinyir itu.
(Yustinus Setyanta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar