Kamis, 06 September 2018

PELUIT BISA BERBUNYI "?"



Prittttt.......out, point 5-4 untuk regu A. Seorang wasit meniupkan peluit sebagai tanda bahwa bola keluar dari lini lapangan sekaligus masuk nilai bertambah untuk regu olahraga volley ball.



Prit...prit...ya terus, belok kanan, belok kiri dst. Seorang juru parkir meniupkan peluit sebagai aba aba suara terhadap sopir kendaraan roda empat (mobil) yang hendak meninggalkan area parkir.

Prit...prittt... peluit pun manjerit derit roda bedi menggelinding melesat meninggalkan stasiun keberangkatan menju stasiun tujuan. Seorang petugas stasiun kereta api meniupkan peluit tanda kereta akan mulai berjalan.




Peluit. Ada banyak kegiatan yang menggunakan peluit. Tahukah? Mengapa peluit bisa berbunyi?

Peluit bekerja dengan ditiup. Tiupan menyebabkan timbulnya aliran udara yang akan terpisah oleh sebuah plat tipis sehingga menimbulkan gesekan udara yang menyebabkan. Panjang ruangan peluit mendefinisikan frekuensi resonasi. Resonasi peluit inilah yang dapat menghasilkan bunyi. Peluit juga dapat berisi bola kecil, biasanya disebut "pea", yang bergetar untuk menciptakan efek vibrator, hal ini dapat menambah efek getaran pada bunyi yang dihasilkan oleh peluit.


Namun, peluit juga mengalami perkembangan. Perkembangan ini adalah munculnya peluit ultrasonik. Peluit ultrasonik adalah peluit dengan tiupan berfrekuensi tinggi yang hanya dapat didengar oleh binatang dan dikhususkan untuk anjing dan beberapa hewan lainnya. (yts*)






(Yustinus Setyanta)

RAHASIA TAK BERSUARA

 Ada langkah yang tertahan 
Untuk tetap bertahan 
Ada tatapan yang tak harus ada harapan 
Ada untaian yang selalu berakhir dengan rangkaian

Misi dari seorang astronot 
Hanya bagaimana dia selamat sampai ke bulan 
Tanpa harus dia tahu butuh berapa banyak waktu Untuk ketujuannya

Tetapi hati'
Ia tahu berapa banyak waktu 
Yang cukup untuk 
Ia menyimpan sebongkah 
Arti rahasia




(Yustinus Setyanta)

Kamis, 30 Agustus 2018

HAPPY FATHER AND MOTHER DAY





KEDAMIAN DALAM KEHIJAUAN

Menelusuri jalan setapak menuju pantai Gebyuran.
Desa Pasir, Kebumen




-------------------------------------------------

Pantai Lampon Kebumen




Suasana desa yang adem ayem, senang bisa berkunjung ke desa ini.





Pohon yang tumbuh di bekas situs candi yang masih tersisa



Jumat, 24 Agustus 2018

TERSURAT & TERSIRAT

Pesan Tersurat dan Tersirat

Nukilan yang tertulis
Gambaran yang terlukis
Gerakan yang bersahaja
Ucapan yang yang terkata

Tersurat dan tersirat
Mata kasat yang tersurat
Mata hati yang tersiat
Sang penerima dan penyampai sitat

Apa maksud suratan
Tiada arti bagi saintis
Padat berisi bagi dramatis
Plot tersanjung seniman

Hal tersampaikan jelas
Tersurat tidaklah pulas
Tetapi secara tersembunyi
Tersirat meminta arti

Mengeja
Mencerna
Ada makna setiap kata
Ada maksud setiap warna

Ringan atau berat
Lain mata lain telinga
Ikut hati turut rasa
Terserah pada empunya

Mencerna petikan pesan
Menjadikan intan diantara bebatuan




 






















(Yustinus Setyanta)

Senin, 20 Agustus 2018

PIANO dan FORTE "Indonesia Raya"

Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" bisa jadi sudah beratus atau beribu kali kita dengar dan nyanyikan. Namun, barangkali ada kalanya lagu ini dinyanyikan asal lantang, terdengar semangat dari bait pertama sampai akhir.

Padahal, dalam lagu tersebut ada bagian yang perlu dinyanyikan dengan lembut dan di bagian menutup dengan suara lebih keras.



Melihat partitur lagu "Indonesia Raya", terdapat notasi musik p (piano) yang menunjukkan dinamika menyanyi lembut pada bagian "Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku rakyatku semuanya....". Adapun di bagian penutup, terdapat tanda dinamik f (forte) sebagai penanda untuk menyanyi lebih keras bagian "Indonesia raya, merdeka merdeka, tanahku negeriku yang kucinta...."

Terkait hal ini, musisi Purwacaraka menilai, cara menyanyikan dan menampilkan lagu kebangasaan memang perlu distandarkan. Sebab, tak hanya dinamika, masalah juga dapat terjadi pada hitungan depan, nada dasar, hingga tempo. Untuk dirigen atau konduktor, menurut Purwacaraka, lagu "Indonesia Raya" dimulai pada ketukan keempat. Selain itu, lagu tak menggunakan intro seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. "Kalau tanpa intro, pasti lebih susah memulainya".



Tempo lagu "Indonesia Raya", belum ditetapkan secara pasti. Sekarang, yang kita dengar seharusnya agak mars. Namun, untuk (menimbulkan nuansa) keagungan, sering temponya diturunkan." tambah musisi Purwacaraka.

Nah, bila demikian nada dasar di lagu "Indonesia Raya" juga belum standar. "Kalau kalangan profesional main di G, seperti WR Supratman, saat pertama mengalunkan dengan biolanya. Akan tetapi, masyarakat awam sering menurunkan nada dasar ke F, supaya rentang nadanya bisa dicapai," 


Lagu "Indonesia Raya" yang diciptakan WR Supratman, diperdengarkan dalam pertemua pemuda-pemuda Indonesia di gedung Indonesische Clubhuis (sekarang bernama Gedung Sumpah Pemuda) di Jalan Kramat 106 pada 28 Oktober 1928. Saat itu, WR Supratman memainkannya dengan gesekan biola.
 
Sejarah mencatat, gesekan biola WR Supratman tersebut menjadi bagian penting yang menentukan perjalanan bangsa Indonesia hingga saat ini. Setelah beberapa tahun berlalu, lagu "Indonesia Raya" yang merupakan lagu kebangsaan itu diatur dalam PP 44 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Saat ini, mungkin perlu dibuat standar dan pedoman yang lebih baku tentang cara menyanyikan "Indonesia Raya". Lebih dari itu, semoga lagu yang diciptakan dan diperdengarkan oleh WR Supratman pada 28 Oktober 1928 tetap terjaga makna dan rohnya. 


Diharapkan lagu itu tak hanya dinyanyikan dengan baik, tetapi juga dihayati untuk Indonesia raya. (yts*)






(Yustinus Setyanta)